"Ya nggak apa-apa (digugat). Itu hak rakyat. Terserah aja," ucap Fahri di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/2/2018).
"Nggak ada hubungannya (dengan MK). Sudahlah, hindari interpretasi bahwa DPR ini lembaga yang dipimpin satu orang. Di DPR ini ada 10 partai, ada 560 anggota beda pikirannya masing-masing. Nggak akan ada yang bulat. Jadi mustahil itu," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
RUU MD3 tetap disahkan kemarin (12/2) meskipun memuat pasal-pasal kontroversial. Beberapa pasal seolah melindungi anggota Dewan dari kritik dan jeratan hukum.
Salah satunya muatan dalam Pasal 122 yang menyebutkan pengkritik DPR dapat dipidanakan. Hal itu dilakukan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) selaku peradilan internal DPR.
Namun Fahri menolak apabila MKD dapat mempolisikan semua laporan penghinaan terhadap DPR. Menurutnya, MKD akan memberi klarifikasi terlebih dahulu kepada pihak yang bersangkutan.
"Nggak gitu caranya. MKD memanggil dia dan melakukan klarifikasi kan. Nanti akan keliatan temuannya. Inilah yg bisa menyebabkan MKD melakukan rekomendasi terhadap lembaga penegak hukum. Tiap warga negara juga kalau dihina kan berhak melapor. Tapi medium MKD adalah medium klarifikasi. Inilah lembaga peradilan internal kita di DPR," urainya.
Soal Pasal 245 yang kembali dihidupkan, Fahri menganggap tak ada yang perlu dipersoalkan. Politikus PKS itu menyebut hak imunitas mutlak bagi anggota Dewan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya.
"Intinya adalah bagaimana agar anggota Dewan memiliki kebebasan untuk berbicara dan bertindak dalam ruang lingkup kerjaannya. Itu dalam rangka pengawasan pada pemerintah. Sebenarnya itu inti hak imunitas. Menurut saya, tidak ada kontroversi," pungkasnya. (tsa/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini