"Kita juga tidak menutup mata ada potensi konflik, ketegangan-ketegangan bahkan sekarang juga nyata. Telah menjadi bagian sejarah bangsa ini. Terjadi konflik yang bernuansa keagamaan. Namun saya berpendapat agama bukanlah faktor utama konflik itu. Konflik-konflik itu tidak lah konflik keagamaan. Tapi hanya bernuansa keagamaan," kata Din saat memberi sambutan dalam Musyawarah Besar Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa 2018 di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (8/2/2018).
"Agama hanya dijadikan sebagai alat justifikasi terhadap konflik sehingga konflik itu bernuansa keagamaan," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Faktor picu yang mendorong konflik adalah faktor non agama seperti sosial ekonomi dan politik. Apalagi di dalamnya menampilkan kesenjangan, maka itu lah faktor yang mendorong konflik," tuturnya.
Din juga menyebut hubungan antar agama di Indonesia saat ini relatif baik. Hal itu disebabkan setidaknya oleh dua hal.
"Tingkat kerukunan bergama yang relatif bagus itu pada hemat saya disebabkan oleh dua hal pokok. Pertama karena sejatinya agama-agama yang hadir di Indonesia ini mengajarkan dan menekankan prinsip kerukunan dan perdamaian," imbuhnya.
Selain itu, masih kata Din, Indonesia mempunyai kesepakatan nasional yang sangat baik. Apalagi bangsa Indonesia mempunyai Pancasila yang menjadi perekat kebangsaan.
"Bahwa yang kedua, kita bersyukur bangsa ini sejak awal bahkan sebelum kelahirannya, jauh sebelum kemerdekaan sudah memiliki kesepakatan seperti sumpah pemuda yang kemudian diperkuat Pancasila dan UUD 1945. Dan ciri kebangsaan yang menonjol yaitu Bhinneka Tunggal Ika," ucapnya.
(knv/fdn)