Seto mengatakan, hukuman mengenai perilaku anak seperti itu memang sudah diatur di dalam Undang-undang. Sehingga undang-undang itu bisa dipakai untuk memberikan hukuman pada anak.
"Jadi kita sudah punya undang-undang, sebegitu membuncah perasaan kita, emosi kita, bisa dipahami. Tetapi mohon juga ada ketaatan pada undang-undang," ujar Seto di Istana Negara, Jakarta, Senin (5/2/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada undang-undang peraturan pidana pada anak sehingga mereka bagaimanapun juga, selain sebagai pelaku keji, kalau dilihat latar belakangnya juga adalah korban dari lingkungan yang tak kondusif yang kemudian menjerumuskan mereka menjadi pelaku-pelaku kekerasan itu," jelas Seto.
Untuk itu, kata Seto, perlu ada kampanye mengenai anak agar anak-anak Indonesia bisa terbebas dari perilaku yang tak baik. Salah satunya yakni adanya Satgas Perlindungan Anak atau kampanye 'Saya Sahabat Anak'.
"Salah satu kampanye yang perlu dilakukan tadi, dengan adanya Satgas Perlindungan Anak atau Satgas Sahabat Anak di sekolah atau di RT/RW. Akar rumputan perlindungan anak, maka kalau ada apapun juga nuansa yang memungkinkan adanya kekerasan," kata Seto.
Kampanye semacam itu, diharapkan bisa mencegah anak dari perilaku yang menyimpang. Sebab kampanye ini melibatkan seluruh unsur baik keluarga, masyarakat hingga pejabat.
"Misalnya ibu, cicilan belum lunas, ditagih hutang, suami selingkuh, dan sebagainya. Mungkin emosinya diledakan pada anak. Ini yang segera dicegah dengan keakraban kiri, kanan. Namanya Rukun Tetangga, Rukun Warga. Mohon rukun, kenapa tidak rukun? Harus saling peduli," katanya.
"Jadi ini upaya gerakan perlindungan anak perlu orang sekampung. Semua harus akrab kembali. Apa-apa enggak harus ke KPAI, LPAI tetapi ke Satgas Sahabat Anak di RT/RW-nya. Nanti akan ada koordinasi dengan Polres atau Polsek di daerahnya," tambah Seto.
Terkait dengan siswa SMA di Sampang yang menganiaya gurunya hingga tewas, Seto mengatakan perlu dilakukan tindakan hukum. Tapi dia menilai hukuman yang tepat yakni dengan rehabilitasi.
"Iya bahwa itu harus dihukum iya, tapi hukumannya adalah rehabilitasi. Hukuman yang mendidik. Jangan membuat anak yang akan menjadi pelaku tindakan kriminal yang lebih dahsyat lagi. Penjara anak juga sudah diganti dengan LPK (Lembaga Pendidikan Khusus). Pendidikan intinya bahwa mereka tidak boleh tapi caranya menghukum harus edukatif yang membuat dia insyaf dan tak mengulangi," kata Seto.
Seto berharap, jangan sampai ada hukuman atau tindakan yang melanggar harga diri anak. "Jangan ada tindakan-tindakan yang melanggar harga diri anak. Mohon dukungan dari media, televisi juga ada acara khusus panduan bagaimana orangtua mendidik dengan kekuatan cinta," katanya.
Selain itu, Seto juga mengingatkan agar semua pihak lebih peka terhadap tindak kekerasan di lingkungan sekitar. Bahkan jika ada yang tidak peduli, maka bisa dikenai hukuman.
"Ada satu pasal yang dilupakan, siapapun yang mengetahui kekerasan terhadap anak, diam saja, tidak berusaha menolong atau melapor itu sanksi pidananya bisa lima tahun penjara. Jangan diam. Walau orangtua bisa bilang ini anak-anak saya. Lapor kepada polisi, polisi yang akan melakukan tindakan. Jadi itu gerakan melindungi anak perlu orang sekampung," jelas Seto. (jor/bag)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini