9 Fakta Soal Asmat yang Sulit Diakses: Tak Ada Sinyal, Jalan Tanpa Aspal

9 Fakta Soal Asmat yang Sulit Diakses: Tak Ada Sinyal, Jalan Tanpa Aspal

Andi Saputra, Saiman - detikNews
Minggu, 04 Feb 2018 12:09 WIB
9 Fakta Soal Asmat yang Sulit Diakses: Tak Ada Sinyal, Jalan Tanpa Aspal
Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Asmat - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) memberikan 'kartu kuning' ke Presiden Joko Widodo. Salah satunya karena Jokowi dinilai kurang memperhatikan Asmat, Papua.

Seperti apakah Asmat itu? Berikut 9 fakta tentang kabupaten di Papua tersebut yang dirangkum detikcom, Minggu (4/2/2018):

Foto: Dok. Puspen TNI.
Terletak di daerah pesisir Selatan Papua dengan luas wilayah 29.658 km2 yang semua wilayah terdiri dari rawa-rawa, dan dikelilingi hutan manggrove serta aliran sungai-sungai. Kota Asmat dibangun di atas kayu papan. Ibu kota kabupatennya bernama Agats.

Foto: Pool/Puspen TNI
Dari Jakarta, perjalanan menggunakan pesawat terbang dan mendarat di Jayapura atau Merauke. Dilanjutkan menggunakan pesawat kecil menuju Mimika.

Nah, dari Timika, hanya ada dua pilihan menunju ibu kota kabupaten Asmat yaitu lewat udara atau laut. Bila menggunakan perjalanan laut, maka ditempuh dengan waktu 8 hingga 9 jam. Sedangkan dengan perjalanan udara bisa ditempuh dalam waktu 45 menit dengan pesawat kecil jenis TwinOtter dan Caravan yang berkapasitas 8-10 orang saja. Jadwal penerbangan tersebut hanya 3 kali seminggu.

Pesawat mendarat di Bandara Ewer. Landasan pacu pesawat bandara yang pendek membuat pesawat besar seperti Hercules dan pesawat Boing tidak bisa mendarat di Bandara Ewer, Asmat.

Foto: M Agung Rajasa/Antara Foto
Sesampainya di Bandara Ewer, perjalanan masih harus ditempuh dengan perahu menuju Agats, ibu kota Kabupaten Asmat. Perjalanan menyusuri rawa dan sungai itu ditempuh dengan waktu 30 menit. Setiap penumpang dikenakan tarif Rp 100 ribu.

Apakah ada jalur darat ke Agats? Jawabannya: tidak ada.

Foto: Istimewa/Kementerian PUPR
Selain terkenal dengan istilah kota lumpur, Asmat juga sering dijuluki kota seribu papan. Sebab papan ini menjadi penghubung antar titik di Asmat. Belakangan, papan-papan itu di Agats sudah diganti dengan beton.

Foto: dok. polda
Bagaimana kampung di luar Agats? Kampung-kampung berada di tengah-tengah rawa. Sebagai moda transportasi, perahu masih menjadi transportasi utama yang menghubungkan antar distrik. Jarak tempuh antar distrik bervariasi, dari 30 menit hingga berjam-jam lamanya.

Foto: Kemenkes
Bangunan yang ada di Kabupaten ini tidak menyentuh tanah/rumah tapak. Melainkan berbentuk bangunan yang terdiri dari tiang-tiang kayu layaknya rumah panggung yang tingginya kurang lebih satu sampai dua meter.

Foto: Rengga Sancaya
Hingga kini masyarakat Asmat masih menggantungkan kehidupannya kepada alam. Sebagian besar mereka menjadi nelayan. Bahkan masih ada yang bermukim di hutan-hutan.

Anak-anak usia dini membantu orang tua mencari penghasilan, tanpa memperhatikan pendidikan dan kesehatan mereka. Kebanyakan masih nomaden.

Foto: Rengga Sancaya
Masyarakat masih awam, baik terhadap teknologi, kesehatan dan pendidikan. Seperti masih banyak yang tidak mau disuntik dengan alasan keyakinan.

Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Sinyal internet tidak ada di Asmat. Sinyal Hp hanya ada di Agats. Selepas Agats, sinyal hilang. Begitupun juga dengan BBM dan listrik yang terbatas.
Halaman 2 dari 10
(asp/fdn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads