"Bukan masalahnya terjadi di Jakarta. Kalau ibunya saja tak peduli bagaimana tidak terjadi gizi buruk. Di Amerika saja juga banyak gizi buruk. Banyak penyebab gizi buruk itu sendiri," kata Koesmedi saat dihubungi, Jumat (2/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koesmedi mengambil salah satu contoh kasus gizi buruk yang terjadi oleh anak di Rawamangun, Jakarta Timur. Anak itu sempat mendapat perawatan di rumah sakit hingga gizinya tercukupi dan berat badan bertambah. Namun ketika ia kembali ke rumah, ceritapun berbeda.
"Jadi waktu ia pulang ke rumah dengan ukuran 3x4 meter, lalu di dalam rumah ada lebih dari 5 orang, begitu pulang gizi buruk lagi. Orangtuanya juga harus cari uang untuk menafkahi," kata Koesmedi.
Saat ini, kata Koesmedi, kasus gizi buruk memang terdapat di seluruh wilayah Jakarta. Namun persentasenya masih terbilang kecil.
"Seluruh wilayah ada ya. Terutama di daerah padat seperti di Jakarta Timur. Di Jakarta Utara masih banyak namun kurang dari satu persen," jelasnya.
Untuk menangani kasus gizi buruk di Jakarta, Koesmedi menyebut bukan hanya tugas dari Dinas Kesehatan semata. Namun juga kerja sama dari pihak-pihak terkait.
"Gizi buruk kan banyak penyebabnya jadi butuh kerjasama dari beberapa pihak. Kalau kita memang sudah melakukan misal sosialisasi di Puskesmas dan Posyandu," ujarnya. (nkn/zak)