"Ini persoalan komunikasi yang tidak sepatutnya mencuat ke publik apalagi dibawa ke ranah hukum. Karena bisa jadi pihak Wakil Bupati juga mengambil langkah hukum, ini tidak baik," ujar Baidowi saat dihubungi, Kamis (2/1/2018).
Baidowi mengatakan telah menyimak peristiwa keributan itu. Menurut dia, Abdul Rahman emosi karena Mohammad Saleh tidak pernah ada di Tolitoli selama 2 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas kejadian itu, Baidowi meminta Kemendagri melakukan penyelidikan kasus tersebut. Jika benar Mohammad Saleh tidak pernah ada di Tolitoli maka Kemendagri harus melakukan pembinaan.
"Kememndagri harus melakukan penyelidikan dalam kasus ini. Apakah benar tudingan Wabup, kalau benar berarti ada kellaian dari bupati dalam menjalankan tugas. Maka pembinaan dari Kemendagri harus terus dilakukan," ucap dia.
"Kami juga imbau pasangan kepala daerah ingat ketika mereka hendak maju dalam pilkada yang sudah berjanji penuh waktu untuk bekerja bagi masyarakat," imbuh Baidowi.
Selain itu, Baidowi menduga komunikasi yang buruk juga terjadi terhadap kepala daerah lain. Jika komunikasi buruk ini tidak diperbaiki maka masyarakat menjadi korban.
Namun kepala daerah yang sudah terpilih mereka melepaskan kepentingan parpol untuk masyarakat.
"Kami menduga buruknya komuniksi antara kepala daerah dan wakilnya juga terjadi di daerah lain. Jika ini dibiarkan maka yang menjadi korban adalah masyarakat. Hanya memang ketika yang bersangkutan menjabat Wabup, baju parpol sudah lepas. Artinya dalam menjalankan kinerja di Pemkab tidak ada kaitan dengan partai," jelas Baidowi.
Kasus ini bermula, saat Mohammad Saleh melantik pejabat Pemkab Tolitoli, Rabu (31/1) kemarin. Kemudian Abdul Rahman cekcok dengan Mohammad Saleh untuk membatalkan pelantikan pejabat tersebut.
Diketahui, Demokrat, PPP dan PKS merupakan partai pengusung keduanya. Mereka terpilih pada Pilkada 2015 lalu.
(fai/jor)











































