Berbeda dengan di Jakarta yang nota bene merupakan daerah tempat tinggal Nasution, di Bandung namanya sudah sejak beberapa tahun lalu diabadikan menjadi nama jalan. Tepatnya dariCicaheum sampai keCibiru di Bandung Timur. Selain itu, Jalan AH Nasution juga bisa di temui di Kota Medan, Metro – Lampung, dan Tasikmalaya.
Hal ini dapat dipahami sebab Nasution pernah bertugas di lingkungan Kodam Siliwangi, Bandung. Nasution pernah menjadi Panglima Divisi pasukanSiliwangi. Pasukan ini dikenal tangguh dalam menghadang Belanda sebagai musuh di wilayah Jawa Barat. Nasution juga memulai karir kemiliteran dengan menyelesaikan Pendidikan Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) KNIL atau Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Bandung dengan pangkat vaandrieg (pembantu letnan calon perwira).
Dalam buku Dari pemberontakan ke integrasi: Sumatra Barat dan Politik Indonesia, 1926-1998 karya Audrey Kahin, disebutkan guna menyiasati jumlah pasukan yang kalah besar dari Belanda, Nasution menerapkan strategi dengan membentuk kantong perlawanan atau dikenal wehrkreise, dan memulai perang gerilya dengan taktik hit and run.
Terbukti, dalam waktu singkat, taktik ini membuat Belanda kalang kabut. Divisi Siliwangi, dengan semangat juang yang masih tinggi, membuatnya menjelma bagi malaikat maut. Incarannya, konvoi logistik yang melalui jalan-jalan di sepanjang Jawa Barat.
Bagi Belanda, wilayah Kuningan-Ciamis, Garut-Tasikmalaya, Sumedang-Tanjungsari sebagai jalur maut. Teror pasukan Siliwangi baru berhenti ketika Panglima Jenderal Sudirman atas nama pemerintah RI merintahkan mereka untuk menghentikan permusuhan pasca ditanda tanganinya Perjanjian Renvill. Pasukan kemudian diminta 'hijrah' ke Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Nasution pula yang disebut-sebut sebagai peencetus gagasan untuk membumi hanguskan Kota Bandung pada 24 Maret 1946. Peristiwa itu kemudian lebih dikenal dengan Bandung Lautan Api. Nasution menyebut hal itu sebagai bagian dari teknik gerilya.
(jat/jat)