Aspek terendah Jakarta adalah kemacetan, dengan indeks 35, dan aspek kemudahan memiliki rumah, dengan nilai 46. Sulitnya memiliki rumah itu karena harganya disebut mahal.
"Aspek transportasi nilainya paling rendah. Ini juga membenarkan anggapan bahwa kemacetan masih menjadi masalah. Kemacetan ini karena ada pembangunan infrastruktur, seperti LRT, MRT," kata Ketua Kompartemen Livable City IAP Elkana Catur dalam jumpa pers di kantor Kementerian ATR/BPN, Jl Raden Patah, Jakarta Selatan, Senin (29/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aspek yang dinilai rendah lainnya adalah kualitas penataan PKL dengan indeks 52 dan keterlibatan warga dalam pembangunan dengan indeks 38.
Sementara itu, aspek teratas adalah pendidikan, dengan indeks 74, persampahan 67, dan pengelolaan air bersih 72.
"Kualitas pelayanan persampahan dinilai baik oleh warganya, kelistrikan, sinyal pelayanan," kata Ketua IAP Bernardus Djonoputro dalam kesempatan yang sama.
Untuk diketahui, survei ini dilaksanakan setiap 2 tahun dan tidak bermaksud memperingkatkan kota. Survei itu berbasis pada persepsi warga kota mengenai kelayakhunian kota tempat tinggalnya berdasarkan 29 kriteria.
Dalam hasil survei itu, Jakarta masuk survei average tier city (peringkat rata-rata) dengan indeks 62,6. Jakarta berada di peringkat rata-rata bersama Kota Pekalongan, Bandung, Yogyakarta, Malang, Surabaya, Bogor, Palangka Raya, dan Manado.
Namun Jakarta masih di bawah peringkat 7 kota lain yang berada di atas rata-rata (top tier city), yaitu Solo, Palembang, Balikpapan, Denpasar, Semarang, Tangerang Selatan, dan Banjarmasin.
Namun Jakarta masih berada di atas kota yang berada di bawah rata-rata (bottom tier city), seperti Pontianak, Depok, Mataram, Tangerang, Banda Aceh, Pekanbaru, Samarinda, Bandar Lampung, Medan, dan Makassar. (yld/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini