Hal itu dikatakan oleh Kapolres Maros, AKBP Yohanes Richard Andrians saat ditemui, Selasa (30/1/2017).
"Jelang Pilkada ini, memang sangat banyak berseleweran berita hoax di media sosial. Semuanya berpotensi memicu konflik. Makanya kita pantai melalui patroli cyber," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita sudah lihat di Pilkada Jakarta. Awalnya melalui medsos lalu bermuara pada konflik. Momentum penyebaran hoax ini memang meningkat pada perhelatan politik," sambungnya.
Ada beberapa modus penyebaran berita hoax di media sosial, kata dia, di antaranya pembuatan berita yang diunggah oleh media abal-abal. Biasanya, media itu memang berafiliasi dengan calon tertentu.
"Kan sekarang tuh banyak sekali media yang nggak jelas juga beritanya. Bahkan, ada juga yang meniru-niru nama media besar agar meyakinkan. Padahal, itu aba-abal, nah ini yang memang potensial menyebarkan hoax," sebutnya.
Ia mengimbau agar warga teliti dalam menyebarkan informasi melalui media sosial. Jika dinilai mengandung unsur fitnah apalagi SARA, maka sebaiknya informasi itu diabaikan dan jangan sekali-kali ikut dibagikan.
Ia menegaskan, penyebaran hoax hanya akan membawa malapetaka, bukan hanya untuk orang lain, tapi juga diri sendiri, "Resikonya juga tinggi, pelakunya bisa dipidana jika ikut menyebar di medsos," ujar Richard.
Sebelumnya, Polri telah menyatakan ada lima wilayah padat penduduk di Indonesia yang masuk dalam kategori rawan konflik selama ajang Pilkada Serentak 2018. Selain Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur dan Papua, Sulawesi Selatan juga dianggap rawan konflik. (asp/asp)