Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Bangka Belitung ini sempat terkenal karena menyidangkan perkara Jessica Kumala Wongso di kopi beracun sianida. Dalam sidang itu, Binsar dengan gaya khasnya mengeluarkan celetukan-celetukan yang membuat penonton sidang tertawa.
Binsar juga dikenal tegas dalam memimpin sidang Jessica yang selalu diwarnai perdebatan. Binsar juga terkenal karena menggugat aturan nonkarier untuk menjadi hakim agung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikritik karena Usul Tes Keperawanan
Setelah itu, Binsar juga kontroversial karena menerbitkan buku yang berjudul "pandangan Kritis Seorang Hakim'. Dalam buku itu, Binsar menyoroti berbagai masalah hukum mulai dari praperadilan Novel Baswedan hingga soal perceraian.
Dalam bab perceraian ini lah, Hakim Lima anak ini menjadi hakim yang memenuhi wajah media masaa sepanjang September 2017 lalu. Menurut Binsar, salah satu cara mengurangi tingkat perceraian adalah dengan melakukan tes keperawanan sebagai syarat kesucian sebelum pernikahan.
Untuk itu, harus ada tes keperawanan. Jika ternyata sudah tidak perawan lagi, maka perlu tindakan preventif dan represif dari pemerintah. Barangkali, pernikahan bisa ditunda dulu. Mengapa harus demikian? Karena salah satu yang membuat terjadinya perpecahan dalam rumah tangga karena perkawinan dilakukan dalam keadaan terpaksa, sudah hamil terlebih dahulu," ujar Binsar, menyikapi banyaknya angka perceraian di Indonesia.
Atas pandangannya itu, Pria kelahiran Sibolga, 56 tahun lalu itu pun dikritik sejumlah lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mulai dari Masyarakat Pemantau Peradilan FH UI (Mappi FHUI), Ombudsman, Ikatan Dokter Indonesia hingga Komnas Perempuan.
"Saya pikir itu sangat tidak manusiawi. Karena pernikahan adalah hal yang sakral di antara 2 insan. Negara, tidak ada hak mengatur ke masalah yang sangat sakral dan individu," kata Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Ilham Oetama Marsis di Kantor PB IDI, Jalan Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/9/2017).
Tidak hanya sejumlah LSM, Mahkamah Agung (MA) pun tampaknya tidak setuju penuh dengan pandangan Hakim Binsar ini. Apalagi, Ma sudah mengeluarkan Peraturan MA (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 yang meminta para hakim untuk mengadili perempuan dengan tidak bias gender, dan diskriminatif.
"Karena itu pendapat sendiri, itu tanggung jawab pribadi. Ini kan luar perkara jadi kita tidak bisa komentar. Dia menulis kan bukan atas nama lembaga tapi atas nama pribadi," kata Jubir MA Suhadi saat dihubungi detikcom, Selasa (12/9/2017).
Kini Binsar menatap kursi hakim agung. Dia sudah lolos seleksi administrasi bersama 74 pendaftar lainnya. Binsar mendaftar menjadi hakim agung untuk mengisi kamar Pidana.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini