Dari Jakarta, perjalanan menggunakan pesawat terbang dan mendarat di Jayapura. Dilanjutkan menggunakan pesawat kecil menuju Mimika. Nah, dari Timika, hanya ada dua pilihan menunju ibu kota kabupaten Asmat yaitu lewat udara atau laut.
Bila menggunakan perjalanan laut, maka ditempuh dengan waktu 8 hingga 9 jam. Sedangkan dengan perjalanan udara bisa ditempuh dalam waktu 45 menit dengan pesawat kecil jenis TwinOtter dan Caravan yang berkapasitas 8-10 orang saja. Jadwal penerbangan tersebut hanya 3 kali seminggu.
![]() |
Landasan pacu pesawat bandara yang pendek membuat pesawat besar seperti Hercules dan pesawat Boing tidak bisa mendarat di Bandara Ewer, Asmat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apakah ada jalur darat ke Agats? Jawabannya: tidak ada.
Sesampainya di pelabuhan Agats, bisa bisa ditemukan transportasi ojek motor listrik dan hanya ada di dalam Agats.
![]() |
Selain terkenal dengan istilah kota lumpur, Asmat juga sering dijuluki kota seribu papan. Sebab papan ini menjadi penghubung antar titik di Asmat. Belakangan, papan-papan itu di Agats sudah diganti dengan beton.
Nyaris seluruh kota Kabupaten dari kawasan pelabuhan hingga jantung kota semua dibangun di atas panggung lantai papan,
Bagaimana di luar Agats? Perahu masih menjadi transportasi utama yang menghubungkan antar distrik. Jarak tempuh antar distrik bervariasi, dari 30 menit hingga berjam-jam lamanya,
Kabupaten Asmat terletak di daerah pesisir Selatan Papua dengan luas wilayah 29.658 km2 yang semua wilayah terdiri dari rawa-rawa, dan dikelilingi hutan manggrove serta aliran sungai-sungai. Kota Asmat dibangun di atas kayu papan,
Bangunan yang ada di Kabupaten ini tidak menyentuh tanah. Melainkan berbentuk bangunan yang terdiri dari tiang-tiang kayu layaknya rumah panggung yang tingginya kurang lebih satu sampai dua meter.
Hingga kini masyarakat Asmat masih menggantungkan kehidupannya kepada alam. Sebagian besar mereka menjadi nelayan. Bahkan masih ada yang bermukim di hutan-hutan.
Anak-anak usia dini membantu orang tua mencari penghasilan, tanpa memperhatikan pendidikan dan kesehatan mereka. Kebanyakan masih nomaden.
Agast sendiri sudah tidak asing lagi di mata pelancong lokal maupun manca negara. Yaitu dengan Festival Asmatnya yang biasa digelar bulan Oktober. Festival itu memerkan ukiran patung leluhur suku-suku Asmat dan keunikan budaya mereka yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini