"Artinya seperti waktu itu Presiden menjilat ludahnya sendiri, gitu," ujar Fadli di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/1/2018).
"Kalau dulu Presiden mengatakan tidak boleh rangkap jabatan dan sekarang boleh, saya rasa kita bisa tahu apakah satu kata dengan perbuatan," lanjutnya.
"Saya kira presidennya tidak konsisten, antara kebijakan dengan pelaksanaannya. Ketidakkonsistenan ini dampaknya buruk. Misalnya dari awal boleh, ya boleh, kalau tidak, ya tidak. Ketidakkonsistenan ini menunjukkan saya kira bagaimana tidak adanya satu prosedur tetap yang baku. Saya kira bisa menjadi contoh kepada yang lain," ujar Fadli.
Meskipun demikian, Fadli tak mau berkomentar lebih jauh soal kebijakan rangkap jabatan oleh Jokowi itu. Menurutnya, itu sepenuhnya menjadi hak prerogatif Jokowi sebagai presiden.
"Mungkin punya pertimbangan-pertimbangan lain. Tapi saya tidak tahu, ya. Saya kira kita serahkan itu kepada Presiden sendiri," lanjutnya.
"Kita harus melihat ini sebagai hak prerogatif Presiden. Presiden yang mempunyai hak bahwa seorang menteri itu rangkap jabatan atau tidak. Karena menteri juga dipilih, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden," sambung Fadli.
Seperti diketahui, Jokowi membiarkan dua elite Golkar merangkap jabatan sebagai menteri. Ada Ketum Golkar Airlangga Hartarto, yang menjabat Menteri Perindustrian, dan Korbid Hubungan Legislatif Eksekutif Golkar Idrus Marham, yang jadi Menteri Sosial. (hri/hri)