Direktur Eksekutif Media Survei Nasional, Rico Marbun menilai sosok Lodewijk akan memberikan keuntungan electoral bagi Golkar, terutama dari pemilih berusia di atas 40 tahun. Sebab saat ini popularitas tokoh militer di panggung politik sedang kembali menjadi tren. Persepsi publik atas institusi militer belakangan ini, kata Rico, terus menguat setelah memburuk di tahun-tahun awal era reformasi.
"Jadi dalam konteks ini ada keuntungan elektoral yang ingin diambil oleh Golkar dan Airlangga terutama pada pemilih berusia di atas 40 tahun yang punya memori atas kuatnya figur militer dalam kancah politik orba," kata Rico saat dihubungi detikcom, Selasa (23/1/2018) malam.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Reseach and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai penempatan Lodewijk adalah salah satu langkah Airlangga untuk menyelamatkan Golkar. Seperti diketahui elektabilitas Partai Golkar akhir-akhir ini tergerus akibat kasus korupsi KTP elektronik yang menyeret nama Setya Novanto.
"Namun sekjen dari latar belakang militer harus menyesuaikan dengan tata cara kerja sipil. Sebab militer cara kerjanya kan garis komando," kata Pangi.
Menurut dia sebagai Sekjen Lodewijk harus bekerjasama all out membantu Airlangga. Ini lantaran perjuangan Airlangga menyelamatkan Golkar saat ini akan menghadapi pertaruhan dan tantangan berat. "Bagaimana kemudian menempatkan sekjen yang piawai, mahir, punya narasi dan paham konten memenangkan Golkar pada pilkada, pileg dan pilpres," kata dia.
Seorang elite Golkar mengakui salah satu alasan Airlangga mengangkat Lodewijk sebagai sekjen partai itu adalah elektabilitas. Golkar hanya memiliki waktu kurang dari 18 bulan untuk menghadapi Pemilu 2019. Belum lagi ada momen Pilkada serentak pada pertengahan tahun ini.
"Sehingga ketum butuh sosok sekjen yang bisa menyolidkan kader dari pusat sampai daerah. Dan itu salah satunya bisa dilakukan dengan mengangkat figur tentara di posisi sekjen," kata si tokoh Golkar yang tak mau disebutkan namanya.
Selain Lodewijk, sebelumnya sempat beredar sejumlah nama yang dianggap cocok menempati posisi Sekjen Golkar, seperti Ibnu Munzir, Letjen (Purn) Eko Wiratmoko, dan Ahmad Doli Kurnia.
Munzir didukung oleh faksi eks Ketum Golkar Jusuf Kalla, Eko dan Lodewijk diajukan faksi Luhut B. Pandjaitan, dan Doli disokong faksi Akbar Tandjung.
Sebetulnya Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga partai pasal 12 ayat 1 mensyaratkan mereka yang menjadi pengurus partai harus aktif menjadi anggota sekurang-kurangnya lima tahun. Eko baru
menjadi kader pada Oktober 2017, dan Lodewijk juga belum genap 5 tahun berkiprah di Golkar.
Lodewijk pun kepada pers mengungkapkan pemahamannya terkait AD/ART tersebut. Toh akhirnya, Airlangga menggunakan hak diskresinya memilih figur berlatar militer demi soliditas internal.
"Ada klausul yang menyatakan untuk anggota DPP itu ada hak diskresi ketum, itulah yang digunakan beliau untuk menunjuk. Walaupun AD/ART 5 tahun, tapi itu ada hak beliau sebagai ketum Golkar," kata Lodewijk.
Pengangkatan Lodewijk sebagai sekjen seperti mengembalikan kebiasaan partai itu menempatkan figur militer di jajaran elite Golkar. Bila semasa Orde Baru figur militer selalu yang memimpin Golkar, kecuali Harmoko. Di era reformasi, figur militer selalu ditempatkan sebagai sekjen, kecuali Idrus Marham.
(erd/jat)