Bawaslu Diminta Tindak Tegas Pelaku Mahar Politik

Bawaslu Diminta Tindak Tegas Pelaku Mahar Politik

Dwi Andayani - detikNews
Rabu, 17 Jan 2018 11:43 WIB
Diskusi soal Mahar Politik di kantor Bawaslu, Rabu (17/1/2018) (Foto: Dwi Andayani/detikcom)
Jakarta - Indonesian Parliamentary Center (IPC) menilai mahar politik dalam pilkada sebagai fenomena nyata kondisi politik saat ini. Meski demikian, mahar politik sulit dibuktikan.

"Mahar politik atau suap politik ini fenomena yang ada semua orang tahu tapi sulit dibuktikan, tapi berpengaruh terhadap gambaran politik kita ke depannya," ujar Deputi Direktur IPC Ahmad Hanafi dalam diskusi 'Menolak Mahar Politik Dalam Pilkada' di kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (17/1/2018).


Dia mengatakan mahar politik terlihat dalam pola rekrutmen kader yang dilakukan partai politik. Menurutnya, kader yang tak mempunyai popularitas akan membayar mahar politik lebih besar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pertama mahar politik kaitannya dengan pola rekrutmen dan polarisasi. Karena tidak punya kader yang layak untuk dicalonkan, maka ini menjadi peluang untuk beberapa orang. Kalau dia nggak punya uang, dia harus punya popularitas," ujar Ahmad.


"Kalau orang yang punya kapabilitas dan popularitas itu mahar politiknya kecil. Tapi tidak dengan kader yang popularitasnya kurang itu mahar politiknya tinggi. Artinya parpol belum punya sistem kaderisasi yang mampu memunculkan kan tokohnya," sambungnya.

Selain itu mahar politik menurutnya menunjukan strategi partai untuk menangani pendanaan partai. Terlebih dalam pemilu serentak biaya yang dikeluarkan tidak sedikit.

"Kedua ini menunjukan bagian dari strategi partai dalam pendanaan pemilu 2019 karena kita tahu memerlukan dana yang besar. Apalagi ini pemilu serentak. Karena habis-habisan, kebutuhan dananya juga habis-habisan, sementara ini tidak dibiayai oleh negara," kata Ahmad.


Senada dengan Ahmad, Koordinator Nasional JPPR Sunanto mengatakan saat ini partai politik tidak melihat latar belakang dalam mencalonkan kadernya. Rekam jejak (track record) maupun visi dan misi kader tak jadi pertimbangan utama parpol.

"Untuk mendapatkan kandidat tapi yang paling miris adalah dia (partai) tidak melihat track record atau visi misi padahal proses demokrasi itu dibangun menginginkan setiap proses menghasilkan kesejahteraan," ujar Sunanto.


Ia mengatakan mahar politik tidak boleh hanya dijadikan isu dalam pemilu. Namun menurutnya Bawaslu harus membuat tindakan yang memiliki dampak jera kepada para pelakunya.

"Saya tidak hanya ingin mahar politik dijadikan isu, kalau hanya dipanggil (Bawaslu) tapi tidak ada tindakan ending-nya mau kemana. Kami harap bagaimana Bawaslu memberikan satu ending yang berdampak terhadap perilaku yang muncul saat ini, kalau nggak ini akan terus mengalir," kata Sunanto. (jbr/jbr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads