Cegah TPPU, Advokat, Notaris hingga Akuntan Diminta Lapor ke PPATK

Cegah TPPU, Advokat, Notaris hingga Akuntan Diminta Lapor ke PPATK

Haris Fadhil - detikNews
Selasa, 16 Jan 2018 16:42 WIB
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badarudin. (Yulida Medistiara/detikcom)
Jakarta - Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan pelaporan transaksi mencurigakan dari profesi masih rendah karena ada anggapan harus melindungi nasabah atau kliennya. Padahal profesi yang melapor untuk mencegah terjadinya money laundering sudah dijamin oleh undang-undang tak dapat dituntut secara perdata dan pidana.

"(Pelaporan dari) profesi ini masih rendah juga. Karena ada kekhawatiran karena di profesi itu wajib melindungi nasabah atau klien. Kami sudah menyampaikan bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang menjamin profesi bahwa pelaksanaan ketentuan undang-undang tersebut membebaskan Bapak/Ibu dari profesi terhadap tuntutan perdata ataupun pidana," kata Badar di Hotel Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (16/1/2018).

Profesi yang dimaksud Badar ialah advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan sesuai dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan bagi Profesi. Pelaporan itu nantinya dilakukan dengan registrasi pada aplikasi Gathering Report Information Processing System (GRIPS).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, berdasarkan data yang diungkap PPATK, baru 0,68 persen dari 13.283 pihak pelapor dari kalangan profesi yang melakukan registrasi GRIPS. Badar menyebut pihaknya akan membuat daftar risiko tinggi hingga rendah bagi kalangan profesi yang seharusnya menjadi pelapor untuk keperluan sanksi dan pembinaan dari lembaga pengawas dan pengatur (LPP).

"Kemungkinan kita akan bikin list. Bagi yang tidak melapor itu nanti kita akan anggap sebagai profesi yang punya high risk. Sehingga pengguna jasa akan melihat siapa high risk dan low risk," ujar Badar.

"Sebelum nanti kita masuk ke sanksi," sambungnya.

Terkait profesi advokat, Badar menyebut masih ada kesulitan untuk mengawasinya. Hal ini, menurut Badar, terjadi karena masih ada konflik di LPP bagi advokat, yaitu Peradi.

"Pengaturan itu kan istilahnya ada LPP, lembaga pengawas pengatur itu menurut undang-undang untuk advokat itu Peradi. Peradi ini sekarang lagi nggak satu nih, jadi Peradi yang mana. Oleh karena itu, kita agak kesulitan membuat aturannya itu. Mudah-mudahan nanti itu bisa dapat dilakukan," ucap Badar. (haf/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads