KPK Buka Hotline, 58 Calon Kepala Daerah Masih Belum Lapor LHKPN

Pilkada Serentak 2018

KPK Buka Hotline, 58 Calon Kepala Daerah Masih Belum Lapor LHKPN

Parastiti Kharisma Putri - detikNews
Kamis, 11 Jan 2018 16:14 WIB
Ilustrasi oleh Zaki Alfarabi/detikcom
Jakarta - KPK membuka layanan hotline bagi calon kepala daerah yang hendak melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Ketua KPK Agus Rahardjo menuturkan para calon kepala daerah diharapkan dapat melaporkan LHKPN terkait Pilkada Serentak 2018.

"Salah satu persyaratannya adalah calon kepala daerah menunjukkan harta kekayaannya dan bersedia diumumkan. LHKPN, desk khusus untuk melayani para calon yang akan melaporkan hartanya," kata Agus saat rapat gabungan pilkada serentak di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (11/1/2018).

Ia menyebut para calon kepala daerah yang akan melaporkan hartanya dalam LHKPN akan lebih mudah karena KPK menyediakan layanan hotline khusus. Agus menjabarkan, hingga rapat tersebut digelar, sudah 512 calon kepala daerah yang melaporkan LHKPN dari total 570 yang mendaftar pilkada di KPU. Itu berarti ada 58 calon kepala daerah yang belum melaporkan LHKPN.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



"Bantuan itu disiarkan, ada hotline khusus yang semoga mempermudah para calon yang akan melapor. (Sudah) 512 yang menerima tanda terima laporan (dari calon kepada daerah). Jadi tinggal sedikit sekali ya tinggal melaporkan," ujarnya.

Meski begitu, Agus menjelaskan lebih detail bahwa lembaganya hanya dapat mengusut yang berkaitan dengan uang negara. Dia juga menyebut saran Kapolri Jenderal Tito Karnavian bisa dipertimbangkan. Tito, yang juga ikut dalam rapat, meminta agar pemilihan langsung di pilkada serentak dikaji ulang karena menghabiskan banyak biaya.

"Kami sangat terbatas, hanya boleh yang terkait dengan kerugian negara atau uang negara. Memang saran dari Kapolri sangat bagus. Penyelenggaraan pemilu yang boros 'kurang efektif dan kurang efisien', perlu dihindari," sebut Agus.


Sebelumnya dalam rapat, Tito menyarankan para pemangku kebijakan meninjau ulang efektivitas sistem pemilihan kepala daerah secara langsung seperti yang dilaksanakan selama ini. Tito dengan lugas menerangkan rahasia umum tentang biaya menjadi seorang kepala daerah yang besarannya mencapai puluhan miliar.

"Kita menciptakan pilkada langsung, demokrasi berbiaya tinggi. Saya kira kita semua tahu rahasia publik bahwa untuk jadi bupati, wali kota, gubernur, kalau nggak punya uang Rp 20 sampai Rp 30 miliar, mungkin nggak berani maju ke pilkada. Dan kita lihat masyarakat kita didominasi oleh low class, mereka yang kurang beruntung dapat pendidikan dan kesejahteraan," ujar Tito.

"Mereka tidak lihat program, mereka lihat yang bawa uang. Artinya, kita lihat ini fakta yang terjadi dan kemudian kalau kita lihat gaji, setelah jadi gubernur, bupati, wali, tidak menutup. Akhirnya korupsi. Jadi kita ciptakan sistem yang buat kepala daerah korupsi," imbuh dia. (yas/elz)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads