Dalam 6 Bulan, Ada 2,87 Ton Sampah Elektronik di Jakarta

Dalam 6 Bulan, Ada 2,87 Ton Sampah Elektronik di Jakarta

Arief Ikhsanudin - detikNews
Senin, 08 Jan 2018 13:44 WIB
Truk sampah/Foto: Ibnu Hariyanto-detikcom
Jakarta - Sebanyak 2,87 ton sampah elektronik dikumpulkan dalam waktu 6 bulan oleh Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta. Sampah ini berbahaya bila dibuang warga sembarangan.

"Sejak enam bulan lalu, terkumpul 2,87 ton. Kalau HP, hampir 2.000 HP. LH membantu collect, kerja sama dengan PPLI ( PT Prasadha Pamunah Limbah Industri)," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Isnawa Adji saat dihubungi detikcom, Senin (8/1/2018).

Banyaknya sampah ini menurut Isnawa juga dikarenakan masih ada masyarakat yang menyimpan sampah elektronik. Karena itu, Dinas LH mencoba untuk mengurus sampah elektronik masyarakat Jakarta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Selama ini pengolahan kan organik dan anorganik. Ternyata perkembangan teknologi kan perubahan cepat, banyak sekali limbah elektronik dan itu jarang dibuang, disimpan di gudang," kata Isnawa.

Selain itu ada juga masyarakat yang membuang sampah elektronik sembarangan. Hal ini membuat lingkungan tercemar.

"Misal ada pengepul aki, yang ambil platina dan air aki dibuang. Itu bahaya karena itu pencemaran," sambungnya.

"Kemudian, lampu neon dihancurkan, di dalam ada merkuri, itu bahaya kalau terbang di udara. Jadi ada dampak," ujar Isnawa.

Karena itu, Dinas LH Jakarta bekerja sama dengan PPLI mengumpulkan sampah elektronik. Ada beberapa tempat yang sudah disediakan box untuk sampah elektronik. Sampah akan dimusnahkan di Cileungsi.

"Ada di beberapa kantor, di halte busway Transjakarta. Selama ini di Car Free Day, di sana kebanyakan HP, lalu kita kumpulan di rusun. Bahkan ada warga yang antar ke Dinas LH," kata Isnawa.

Jika ada masyarakat yang akan membuang sampah elektronik, komunitas sekitar harus mengumpulkan dan menghubungi Dinas LH. Truk dari Dinas LH akan dikirim ke alamat tanpa dipungut biaya.

"Buat pengetahuan, di luar negeri orang yang buang limbah elektronik itu bayar, karena mahal biaya mengolah itu," imbuhnya. (aik/fdn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads