"Itu terdengar, tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa. Korsupgah (koordinasi dan supervisi pencegahan), supervisi KPK tanggal 21 (November 2017) itu ada supervisi ke Jambi. Saya perintahkan kepada seluruh anggota DPRD untuk mendengar arahan dari KPK, tapi tetap terjadi, ini memalukan sekali," kata Cornelis saat keluar dari gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (5/1/2018).
Cornelis menegaskan tidak terlibat dalam kasus suap ini. Menurutnya, munculnya suap ini merupakan inisiatif individu Supriono, yang kini jadi tersangka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak terlibat," imbuh Cornelis.
Tapi Cornelis tak menjelaskan siapa pihak dari kata 'semua' yang disebutnya. Dia menegaskan saat itu hanya berfokus agar Pemprov Jambi tidak terkena sanksi karena terlambat mengirimkan APBD untuk dievaluasi oleh Kemendagri.
"Saya hanya berpikir, berdasarkan aturan, 30 November harus ketok palu. Sebelum 30 November, kalau tidak, nanti kita kena sanksi. Saya tidak peduli ada uang atau tidak. Saya mendengar, tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa," sambungnya.
Terkait kasus suap RAPBD, KPK hari ini juga memeriksa Gubernur Jambi Zumi Zola. Setelah diperiksa, ia menyebut tak memberi perintah untuk memberi suap ke DPRD.
"Saya sebagai atasan memberi perintah, perintahnya menjalankan tugas sesuai prosedur yang berlaku, tidak menyalahi aturan," ucap Zumi setelah diperiksa.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus ini, yakni anggota DPRD Jambi Supriono, Plt Sekda Pemprov Jambi Erwan Malik, Plt Kadis PU Arfan, dan Asisten Daerah III Pemprov Jambi Saifudin.
KPK menduga ada 'duit ketok' yang digunakan untuk memuluskan pengesahan APBD 2018. Duit yang diduga berasal dari rekanan Pemprov Jambi ini dimaksudkan agar anggota DPRD Provinsi Jambi menghadiri rapat pengesahan APBD Jambi 2018. Total ada Rp 4,7 miliar yang diamankan KPK dari jumlah yang seharusnya Rp 6 miliar. (fdn/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini