Eks Menko Dorodjatun Penuhi Panggilan KPK Terkait Kasus BLBI

Eks Menko Dorodjatun Penuhi Panggilan KPK Terkait Kasus BLBI

Faiq Hidayat - detikNews
Selasa, 02 Jan 2018 11:26 WIB
Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Prof Dorodjatun Kuntjoro-Jakti memenuhi panggilan KPK. (Faiq/detikcom)
Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Prof Dorodjatun Kuntjoro-Jakti memenuhi panggilan penyidik KPK hari ini. Dorodjatun dipanggil sebagai saksi kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI.

"Diperiksa sebagai saksi dalam kasus BLBI untuk tersangka SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung)," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (2/1/2018).

Pantauan detikcom di lokasi, Dorodjatun tiba di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, sekitar pukul 10.00 WIB. Ia mengenakan batik berwarna biru dan celana hitam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dorodjatun pun langsung menaiki tangga menuju ruang pemeriksaan. Dia juga tak banyak berkomentar saat masuk ke gedung KPK. Nama Dorodjatun tak ada dalam pemeriksaan KPK hari ini.

Eks Menko Dorodjatun Penuhi Panggilan KPK Terkait Kasus BLBIMantan Menteri Koordinator Perekonomian Prof Dorodjatun Kuntjoro-Jakti memenuhi panggilan KPK. (Faiq/detikcom)

Dorodjatun menjabat Menteri Koordinator Perekonomian pada 9 Agustus 2001-20 Oktober 2004. Dorodjatun sebelumnya juga pernah diperiksa penyidik KPK dalam kasus SKL BLBI. Pemeriksaan itu dilakukan pada 4 Mei 2017.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka, selaku mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Kasus ini berawal pada Mei 2002, ketika Syafruddin menyetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.

Namun, pada April 2004, Syafruddin malah mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL (surat keterangan lunas) terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), yang memiliki kewajiban kepada BPPN.

SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat Presiden RI. KPK menyebut perbuatan Syafruddin menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 3,7 triliun. (fai/idh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads