Bangunan mercusuar yang kini berdiri merupakan menara kedua setelah menara pertama yang dibangun pada 1806 hancur tak tersisa oleh ganasnya letusan Gunung Krakatau pada 1883. Yang tersisa dari menara itu hanya pertanda pondasinya, jaraknya kurang lebih 30 meter dari bangunan sekarang.
"Pondasi ini pula merupakan penanda titik nol kilometer atau awal pembangunan jalan Anyer-Panarukan," kata penjaga Menara Suar Cikoneng, Sidik saat berbincang dengan detikcom, Kamis (28/12/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Menara kedua itu kini masih berdiri tegak, memiliki tinggi 85 meter, menara itu terbuat dari baja tertutup. Fungsinya tak lain sebagai penanda bagi nahkoda kapal yang berlayar di perairan Selat Sunda.
"Saat ini sebagai penandaan suatu daratan juga membantu para nagkoda kapal dalam menentukan arah, baringan dan posisi kapalnya baik pada malam hari maupun siang hari saat berlayar terutama kapal yang melintas di perairan Selat Sunda," tutur Sidik.
Selain sebagai penanda nahkoda kapal, menara bersejarah itu kini menjadi objek wisata andalan. Di dalam menara terdapat daftar menara suar di berbagai daerah lengkap dengan keterangannya. Sayangnya, pengunjung hanya dibatasi sampai lantai 2 dan tidak diperbolehkan naik hingga ke puncak menara.
Hal itu mengingat usia menara yang lebih dari atu abad. Jika dibuka untuk umum, maka kekhawatiran akan terjatuh karena beberapa tangga yang rapuh menjadi alasan untuk larangan tersebut.
![]() |
Sebagai ganti kekecewan akibat tidak bisa naik hingga ke puncak. Pemerintah melalui Direktorat Perhubungan Laut membangun monumen "Titik Nol Kilometer" di lokasi pondasi awal menara suar sebelum dihantam amukan letusan Gunung Krakatau.
Monumen itu juga dibangun sebagai pengingat sejarah bahwa pembangunan jalan Anyer-Panarukan memakan ribuan korban jiwa dan kejamnya pemerintahan kolonial Belanda. (asp/asp)