AJI Catat Ada 60 Kasus kekerasan ke Wartawan Selama 2017

AJI Catat Ada 60 Kasus kekerasan ke Wartawan Selama 2017

Denita Matondang - detikNews
Rabu, 27 Des 2017 17:37 WIB
Foto: AJI menyampaikan catatan akhir tahun 2017. (Denita-detikcom)
Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat terdapat 60 kasus kekerasan terhadap wartawan saat peliputan sepanjang tahun 2017. Dari 60 kasus itu, pelaku terbanyak kedua dilakukan oleh polisi.

Ketua AJI Abdul Manan menilai tingkat kekerasan pada wartawan dalam kurun waktu 10 tahun tidak mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini terlihat dari masih maraknya wartawan yang masih mengalami kekerasan saat melakukan peliputan.

AJI mencatat terdapat 640 kasus kekerasan terhadap wartawan selama 10 tahun terakhir. Tahun 2017 terdapat 60 kasus kekerasan, 81 kasus pada 2016, 42 pada 2015, 40 pada 2014, 40 pada 2013, 56 pada 2012, 45 pada 2011, 51 pada 2010, 38 pada 2009 dan 58 kasus pada 2009.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kasus kekerasan terhadap wartawan masih tinggi. Dalam kurun waktu satu dekade ini, tahun ini jumlahnya 60 kasus kekerasan. Ini lebih kecil dibanding tahun sebelumnya, tapi ini kasus kekerasan terbanyak kedua sepanjang 10 tahun terakhir," kata Abdul dalam jumpa pers catatan akhir AJI Tahun 2017 di Warung Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (27/12/2017).

Manan mengatakan 60 kasus kekerasan itu 30 di antaranya kekerasan fisik, pengusiran, dan pelarangan peliputan 13 kasus, ancaman kekerasan dan teror 6 kasus, perusakan alat peliputan 5 kasus, pidana 5 kasus dan penyerangan kantor berita 1 kasus.

"Dari 60 kasus kekerasan, jenis kekerasan terbanyak yang dialami wartawan adalah kekerasan fisik sebanyak 30 kasus. Pemukulan, dipiting, ditampar adalah kekerasan fisik yang cukup konsisten selama lima tahun belakangan dan polanya berulang dalam tiga sampai lima tahun. Tahun 2014 hingga tahun 2016 kekerasan fisik masih kekerasan dominan yang dialami wartawan," ucap Manan.

Dari 60 kasus itu, Manan mengatakan pelaku kekerasan terbanyak dilakukan oleh sipil atau warga, yakni 17 orang. Sedangkan polisi berada ditingkat kedua sebanyak 15 orang, disusul pejabat pemerintah sebanyak 7 orang dan TNI 5 orang.

"Mereka (aparat penegak hukum) nggak paham baik apa tugas wartawan praktik di lapangan, banyak kekerasan fisik yang mereka lakukan. Misalnya, Bupati di NTT, tidak bisa menangkap wartawan yang dirasa beritanya tidak sesuai keinginannya dan menggerakkan anak buahnya untuk menyelesaikan masalah itu, dan anak buahnya berperilaku seperti preman," ujar Manan.

Menurut Manan, literasi media bagi kesadaran masyarakat dan pemerintah adalah salah satu cara mencegah kekerasan terhadap wartawan. "Saya melihat banyaknya aduan ke Dewan Pers berarti masyarakat semakin paham cara menyelesaikan sengketa pers. Tetapi, ini tidak menutup kemungkinan tingkat ketidakpuasan publik kepada pers makin tinggi," ucap Manan.

Di tempat yang sama, Ketua Bidang Advokasi AJI, Hesti Murti menilai justru pelaku kekerasan terbanyak dilakukan oleh negara. Hal ini terlihat dari total pelaku 55 persen dilakukan oleh para pejabat dan penegak hukum.

"Yang seharusnya mereka paham UU Pers, dan bagaimana penyelesaian sengketa pemberitaan, termasuk ketika menangani berita tidak balance, seharusnya mereka harus tahu bawa ke mana penyelesaiannya," ujar Hesti. (idh/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads