Gereja ini dibangun pada 1913 dan masuk cagar budaya di DKI Jakarta. Dalam sejarahnya, pembangunan gereja ini memiliki pesan soal kritik sosial di masyarakat era penjajahan Belanda.
Menurut Ketua Majelis Jemaat Pendeta Adriano Wangkey, gereja ayam ini adalah simbol perlawanan dari jemaat gereja yang berasal dari rakyat biasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kritik itu merujuk pada Gereja Immanuel, yang berada di kawasan Gambir, Jakarta Pusat. Pada saat itu, kata Adriano, jemaat Gereja Immanuel berasal dari kelompok bangsawan dan pegawai-pegawai pemerintah Hindia Belanda.
"Kalau gereja ayam jemaatnya berasal dari kalangan rakyat biasa, seperti Melayu, Tamil, Tionghoa, dan yang lainnya," ucapnya.
![]() |
"Sementara di Gereja Immanuel dulu untuk gubernur jenderal dan kalangan atas lainnya," sambungnya.
Bangunan gereja saat ini memasuki usia 104 tahun. Lambang ayam yang berada di atas puncak bangunan juga memiliki arti memanggil jemaat untuk beribadah.
"Kalau ayam kan berkokok di pagi hari dan untuk memanggil jemaat lainnya untuk datang beribadah," terangnya.
Pada 1965, pengelolaan gereja ini diserahkan kepada Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) dan bernama Gereja Pniel. (tfq/bag)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini