Temuan Gemilang Anak Semarang
M6PIL-10 Obat Ampuh Fibrosis Hati
Kamis, 09 Jun 2005 18:59 WIB
Den Haag - Hasil riset anak Semarang, Heni Rachmawati, ini membuka harapan sembuh bagi jutaan penderita fibrosis hati, akibat virus Hepatitis C. Ia menyabet gelar Phd dari Rijksuniversiteit Groningen, Belanda.Selama ini seseorang yang menderita leverfibrose (Belanda) atau fibrosis hati seperti sudah menerima vonis mati, tinggal menunggu saat kematian saja. Fibrosis hati adalah kondisi inflamasi kronis yang ditandai dengan penumpukan protein matriks di organ vital tersebut. Biang utamanya: virus Hepatitis C. Fibrosis hati yang tidak mendapat penanganan tepat akan menyebabkan sirosis, kondisi akhir dari kerusakan hati di mana hati sudah tidak berfungsi sama sekali. Di dunia Barat saja, penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor delapan.Satu-satunya jalan untuk bertahan hidup adalah dengan jalan transplantasi hati. Namun cara ini banyak kekurangannya, antara lain sangat bergantung pada ketersediaan donor dan biayanya sangat mahal. Tentu tidak semua orang punya kemampuan materi seperti tokoh nasional yang baru saja menempuh cara ini. Di samping itu kemungkinan juga ada reaksi imun akibat transplantasi.Jalan lain adalah dengan pengobatan yakni dengan interleukine-10 (IL-10). Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi dan anti fibrosis sitokin (cytokine). Sebagai anti inflamasi, protein ini bekerja menghambat sintesis sitokin-sitokin lain atau mediator yang menyebabkan inflamasi (pro-inflamasi). Sedangkan sebagai anti fibrosis, IL-10 bekerja mengurangi penumpukan protein matriks dengan cara menghambat sintesis kolagen tipe I dan meningkatkan produksi enzim yang mendegradasi kolagen ini.Sayangnya, IL-10 ini terlalu banyak efek sampingnya dan hanya sebagian kecil prosentase saja yang dapat mencapai sel sasaran alias dalam bahasa awamnya tidak ampuh. Penyebabnya, reseptor IL-10 tersebut terdapat di berbagai jaringan tubuh, menyebabkan timbulnya efek samping yang tidak diharapkan terutama karena untuk pengobatan fibrosis hati diperlukan pengobatan jangka panjang dan terus-menerus.Problem IL-10 ini diteliti Heni, dosen farmasi ITB, yang bergabung dalam jajaran periset farmasi di Pharmacokinetics & Drug Delivery, Rijksuniversiteit, Groningen. Heni mendapati ketidakampuhan IL-10 adalah karena sifat farmakokinetiknya. "IL-10 adalah protein berbobot molekul rendah sehingga secara cepat akan dieliminasi ke ginjal setelah pemberiannya secara sistemik," kata Heni kepada detikcom, Kamis (9/6/2005). Agar IL-10 tepat sasaran langsung menuju sel-sel hati yang rusak atau terkena fibrosis, Heni mengandengnya dengan Mannosa-6-fosfat (M6P), sebuah ligand yang secara selektif akan berikatan dengan reseptornya. Reseptor untuk M6P ini juga terdapat di jaringan lain tapi jumlahnya sangat kecil dibandingkan dengan di hati. Nah, pada kondisi fibrosis hati, jumlah reseptor untuk M6P ini di hati meningkat secara lebih signifikan, sehingga memudahkan untuk menangkap M6P. Dengan demikian, IL-10 yang digandeng dengan M6P akan terarah menuju sel-sel sasaran. Heni menamai penemuannya tersebut dengan M6PIL-10. Dari risetnya ditunjukkan, bahwa M6PIL-10 (IL-10 yang dimodifikasi dengan M6P yang spesifik ke hati) ternyata terdistribusi sebagian besar ke hati (60%) dan terhindar dari bersihan ginjal. Di samping itu juga M6PIL-10 masih memberikan aktivitas biologi terbukti dengan efektivitasnya menurunkan fibrosis hati pada hewan percobaan. Temuan cemerlang ini ia susun dalam tesis berjudul The Design of A Cell-Selective Form of Interleukin-10: A New Strategy For the Treatment of Liver Fibrosis, yang ia pertahankan pada Senin (6/6/2005) lalu di Aula Academiegebouw, Broerstraat 5, Groningen. Puteri Indonesia kelahiran Semarang, 12 Desember 1969, itu kini resmi berhak menyandang titel doktor."Dari riset ini, sungguh M6PIL-10 akan sangat menjanjikan sebagai anti fibrosis di masa mendatang dan menjadi harapan besar bagi para penderita fibrosis hati. Tentu saja dengan sendirinya industri farmasi akan melirik potensi yang menjanjikan ini," ujar ibu dua anak, Farras Rayhan (9 tahun) dan Safira Prisya Dewi (8 tahun) itu.Selama menempuh program S3 di Groningen, Heni berulangkali memperoleh award (penghargaan) dari berbagai lembaga internasional, yakni Young Investigator Award dari National Institutes of Health (NIH), Amerika Serikat (AS), Young Investigator Award dari European Association For the Study of the Liver (EASL) dan Young Investigator Award dari International Society of Nephrology (ISN). Semua award ini ia terima pada 2005.Tapi sukses besar Heni ini harus dilalui dengan cobaan yang tak kalah besarnya. Ibundanya tercinta, Ruslika, meninggal ketika studinya S3-nya baru separuh jalan. "Ibu saya meninggal dua tahun lalu sewaktu saya menyelesaikan S3 saya di Groningen. Almarhumah ibu saya adalah wanita sejati," tutur wanita muda berotak brilian ini. Ayahnya, Letkol G. Karsono, seorang purnawirawan TNI dan terakhir berkantor di Pangdam VII Diponegoro Semarang, juga telah lebih dulu meninggal. Ayah ibu Heni tak sempat menyaksikan temuan puterinya yang bermanfaat bagi kemanusiaan ini. Namun jutaan manusia, terutama penderita fibrosis hati, kelak akan menyaksikannya dan merasakan manfaatnya.
(es/)