Keberadaan lahan gambut ini turut memberikan kontribusi penting dalam menambah pendapatan daerah, bahkan mampu menambah penerimaan negara dari pajak non-migas. Namun pada tingkat daerah, pemerintah daerah berlomba justru menarik investor dengan melakukan inovasi perizinan satu pintu, reformasi birokrasi, hingga perbaikan regulasi investasi.
Aturan-aturan, serta regulasi yang tidak jelas dan konsisten dalam pengelolaan lahan gambut dinilai hanya akan membuat investor kabur dan menarik diri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menerapkan teknologi investasi yang ramah lingkungan sudah pasti dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dari hal ini bisa diterapkan inovasi aturan seperti memberikan insentif untuk perusahaan yang terbukti mampu melindungi lahan gambut.
"Jika diterapkan (insentif) akan jadi inovasi kelembagaan di gambut. HTI (hutan tanaman industri) akan mengelola lahan gambut dengan lebih baik lagi. Perusahaan seperti itu yang dikasih insentif. Jangan kaya sekarang, salah langsung dikasih pinalti," ujar Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Riyanto di acara Media Gathering PT Riau Andalan Pulp Paper (RAPP) Yogyakarta, seperti ditulis Sabtu (16/12/2017).
Inovasi aturan berupa pemberian insentif ini diharapkan Riyanto bisa dikaji kembali ke depannya, terutama besaran insentifnya. "Pajak ada PPh, bisa juga mungkin kalo di perusahaan ada PPn, macam-macam insentifnya kan, dari situ bisa dikaji lagi kira-kira berapa persenannya," pungkasnya.
"Sekarang kan disinsentif. Kalau ga bisa kelola lahan (gambut) dengan baik, misalnya terjadi kebakaran ya cabut aja izinnya," tutup Riyanto. (ega/ega)











































