"Sekarang data penduduk kita di dalam dan luar negeri jauh lebih baik," ujar Arief di kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat (15/12/2017).
Menurut Arief, potensi konflik yang terjadi saat pemilu bukan karena perolehan suara yang menyatakan menang atau kalahnya calon. Potensi konflik terjadi karena adanya faktor data kependudukan yang bermasalah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti yang terjadi pada Pemilu 2014, Arief mengatakan banyak warga yang memperdebatkan data penduduk. Saat itu terdapat 10 juta data yang dianggap bermasalah.
"Pada 2014, data awal banyak orang memperdebatkan karena ada 10 juta data yang dianggap bermasalah, ya data hantu, data bodong, macam-macam istilahnya," ujar Arief.
Namun, menurutnya, data saat ini lebih baik karena data penduduk yang dimiliki Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, dan KPU telah disinkronkan. Selain itu, KPU saat ini dapat mengakses data yang terdapat dalam server Kemendagri dan Kemenlu.
"Semua mengakses dalam satu induk, KPU sejak kemarin sudah diberikan akses untuk bisa masuk dalam server kependudukan data Kemendagri dan Luar Negeri," ujar Arief.
Ia berharap sinkronisasi yang dilakukan dapat berjalan semakin baik. Menurutnya, tidak mudah menyamakan data kependudukan karena besarnya wilayah di Indonesia. (nvl/nvl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini