"Kemungkinan menurut perhitungan kita sih, (isu agama) masih akan digunakan. Karena masyarakat kita ini sekarang tipe demokrasinya kan one man one vote, sementara masyarakat yang terdidik itu yang betul-betul memahami demokrasi itu memang hanya sekitar 30 persen," kata Setyo di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (15/12/2017).
Setyo menjelaskan arah untuk menjadi negara yang demokratis akan kabur bila 70 persen masyarakat tak menerapkan prinsip demokrasi. Jenderal bintang dua ini mengambil contoh Pilpres Amerika 2016, ketika Donald Trump mengalahkan kompetitornya, Hillary Clinton.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setyo berharap proses pilkada dapat dinikmati semua pihak, sesuai dengan istilahnya, pesta demokrasi. Dia juga berharap persaingan di momen pilkada tak berlanjut hingga setelahnya.
"Kita ini kan, pilkada itu pesta demokrasi. Kita harapkan pesta di betul-betul bisa dinikmati seluruh masyarakat. Kontestasi atau persaingan ini pada saat pilkada jangan dibawa-bawa terus sampai kapan pun. Jadi kalau selesai ya udah, mari kita rekonsiliasi, mari kita membangun negeri," terang Setyo.
Dia menambahkan, jika semua pihak ingin berkuasa dan menghalalkan segala cara tanpa memikirkan dampak pasca-pilkada, itu akan merepotkan. "Kalau semuanya tetap hanya ingin berkuasa, tapi hanya berkuasa saja, tapi tidak memikirkan pasca-pilkada, ya repot," tandas dia. (aud/hri)