"Pertama, tanggapan saya ya kita mengapresiasi apa pun yang dilakukan teman kamar sebelah kita DPR. Kedua, saya sebagai anggota DPD yang taat hukum dan paham Tatib BK, saya siap menghadapi, dan saat ini sedang menunggu dijadwalkan," kata Arya saat dihubungi, Selasa (12/12/2017).
"Memang nanti persidangan di BK itu akan membuktikan terhadap tuduhan pihak-pihak yang menganggap saya terlibat dalam penolakan UAS (Ustaz Abdul Somad). Saya sama sekali tidak terlibat dan tidak tahu soal hal ini," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena penolakan itu sudah viral, sambung Arya, masyarakat bertanya sikapnya sebagai wakil rakyat. Arya lalu membuat pernyataan. Dia menegaskan pernyataannya itu dilindungi Undang-Undang MD3. Dia juga mengatakan memiliki hak imunitas sebagai anggota DPD karena pernyataannya terkait tugasnya sebagai wakil rakyat.
"Dalam pernyataan saya, saya justru meminta pihak-pihak untuk mengklarifikasi. Pertama, memang saya sampaikan bahwa kami di Bali, karena mungkin ada trauma dengan kejadian-kejadian radikalisme, bom Bali, macam-macam, artinya kami ingin semua orang memfilter siapa pun yang masuk Bali dengan agenda anti-Pancasila, ya tentu harus ditolak, dong," ujar Arya.
"Dan saya sama sekali tidak menyebutkan UAS, saya tidak menyebutkan agama, saya tidak menyebutkan kelompok sama sekali. Artinya, karena dalam pandangan saya, apakah itu HTI yang sudah dibubarkan, apakah itu PKI, itu kan musuh Pancasila," imbuh pria yang mencantumkan penghargaan Remaja Teladan Indonesia 1996 di fanpage FB-nya ini.
Menurut Arya, dasar hukum pengaduan terhadap dirinya lemah. Lebih jauh, dia mengatakan tidak berada di lokasi saat Ustaz Abdul Somad dipertemukan dengan ormas-ormas yang menolak. Dia juga menegaskan tak terkait dengan enam ormas yang menolak Ustaz Abdul Somad.
"Saya juga menyesalkan persekusi itu. Seharusnya, kalau menolak, harus melalui saluran-saluran. Saya sangat percaya diri menghadapi hal ini," pungkasnya. (tor/fjp)