"Jadi kami memang juga harus mendorong sawit kita itu tidak boleh ada border karena minyak sawit kita ada sebagian anggapan yang katanya juga memengaruhi daripada climate change dari lingkungan," ujar Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan Agus Hermanto di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/12/2017).
Menurut Agus, minyak sawit RI ditolak Uni Eropa lantaran isu iklim. Dijelaskan Agus, isu minyak sawit RI tersebut tidak benar dan menganggap isu merupakan persaingan bisnis tak sehat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sikap tegas Jonan, kata Agus, perlu didukung sembari upaya perundingan internasional soal minyak sawit RI terus digalakkan. Upaya ini semata-mata agar tak ada penghalang atau hambatan lagi bagi RI dalam mengekspor minyak sawit RI ke negara-negara Uni Eropa.
"Rasanya kita harus spt itu (tegas seperti Jonan) karena dengan sifat tegas kita, dengan kita punya bargaining position yang kuat, kita juga harus memperjuangkan kelapa sawit karena kita ketahui kita adalah penghasil kelapa sawit yang terbesar juga di dunia," ucap Agus.
Di forum One Planet Summit 2017, Jonan juga sempat menyaksikan penandatanganan 3 Letter of Intent (LoI) pembangkit listrik dari energi terbarukan antara PT PLN (Persero) dengan Independent Power Producers (IPP) asal Prancis.
Acara penandatanganan kerja sama dilakukan di sela-sela acara Renewable Energy Companies Commited to Climate, dalam rangkaian One Plannet Summit, di Kedutaan Besar Indonesia di Paris.
Setelah menyaksikan penandatanganan kerja sama, Jonan pun memberikan sambutan. Ada sambutan Jonan yang membuat para hadirin terdiam, yaitu soal isu sawit Indonesia yang selama ini ditolak Uni Eropa.
"Ada hal penting yang ingin saya sampaikan ke pemerintah Prancis, soal minyak sawit RI. Minyak sawit RI ini harus bisa diterima. Kalau Prancis tetap menolak maka bisa mengancam hubungan bilateral antara RI dengan Prancis," ujar Jonan. (gbr/dkp)