"Berdasarkan ketentuan tersebut asas ne bis in idem terpenuhi apabila telah seseorang telah dituntut di persidangan dengan satu perkara yang pernah diadili dan jika mendapat keputusan yang berkekuatan hukum tetap, inkrah," kata salah seorang anggota tim biro hukum KPK dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Jumat (8/12/2017).
KPK mengatakan praperadilan hanya memeriksa aspek formil tindakan yang dilakukan penyidik. Praperadilan tak memutus perkara pokok sehingga KPK berwenang menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan demikian, KPK menegaskan pihaknya tak melanggar asas ne bis in idem sebagaimana dinyatakan oleh kuasa hukum Novanto. Penetapan tersangka pun dinilai sah dan tak cacat prosedur.
"Karena perkaranya belum dilakukan penuntutan dalam persidangan perkara pokok dengan terdakwa Setya Novanto," paparnya.
Selain itu, KPK juga menjawab dalil permohonan soal penetapan tersangka tak sah karena penyidiknya tak berwenang. KPK berpendapat praperadilan tak berwenang untuk memeriksa terkait pegawai KPK sebab hal tersebut kewenangan PTUN. Penyidik yang dipersoalkan oleh kuasa hukum Novanto adalah Ambarita Darmanik.
"Pengujian atas pengabsahan keputusan pimpinan KPK merupakan sengketa tata usaha negara," kata Kabiro Hukum KPK Setiadi.
Sebelumnya, tim kuasa hukum Setya Novanto menyebut penetapan tersangka kliennya oleh KPK tidak sah. Menurutnya, penetapan Novanto itu bentuk pengulangan sehingga melanggar asas ne bis in idem.
"Penetapan tersangka a quo adalah bentuk pengulangan terhadap penetapan tersangka yang pertama," ucap salah satu anggota kuasa hukum Novanto dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (7/12/2017).
(knv/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini