Awalnya, jaksa menyebut Andi bertemu Sugiharto (terdakwa kasus e-KTP lainnya) pada Februari 2011. Dalam pertemuan tersebut, Andi memberikan sebuah kertas pembagian uang untuk sejumlah pihak tertentu.
"Pembagian uang sejumlah Rp 520 miliar kepada pihak tertentu, yakni kuning kode Golkar Rp 150 miliar, Demokrat kode biru Rp 150 miliar, PDIP kode merah Rp 80 miliar, Marzuki Ali kode MA Rp 20 miliar, Anas Urbaningrum kode AU Rp 20 miliar, Chairuman Harahap kode CH Rp 20 miliar, dan partai lainnya Rp 80 miliar," kata jaksa saat sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta, Kamis (7/12/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah pengesahan anggaran 2011, Andi memberikan uang melalui Vidi Gunawan dan Yosep kepada Irman 1,5 juta dolar," ucap jaksa.
Kemudian, jaksa mengatakan Irman memberikan uang USD 1,2 juta untuk Komisi II DPR melalui Miryam S Haryani. Sisa uang tersebut disimpan oleh Irman.
"Dan uang itu diberikan kepada anggota Komisi II DPR melalui Miryam dan sisanya dipegang oleh Irman," kata jaksa.
Pada Maret 2012, jaksa mengatakan Sugiharto memberikan uang USD 400 ribu untuk Markus Nari selaku anggota Komisi II DPR. Uang tersebut dimaksudkan untuk memuluskan anggaran proyek e-KTP.
"Sugiharto memberikan uang kepada Markus Nari USD 400 ribu di Senayan. Uang tersebut bagian dari pemberian Andi dan ditambah Paulus Tanos USD 200 ribu," tutur jaksa. (fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini