"Bahwa penetapan tersangka yang kedua terhadap diri pemohon oleh termohon berdasarkan surat No B-619/23/11/2017 tanggal 3 November 2017 perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan juncto Surat Perintah Penyidikan No Sprin-Dik-1130/01/10/2017 tanggal 31 Oktober adalah telah melanggar asas ne bis in idem," kata salah satu anggota kuasa hukum Novanto, Ketut Mulya, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (7/12/2017).
Ketut juga menilai penetapan tersangka oleh KPK tak melalui proses penyidikan yang sah sebagaimana diatur dalam UU KPK. KPK langsung menetapkan tersangka tanpa ada pemeriksaan terlebih dahulu terhadap Novanto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, tim kuasa hukum Novanto menganggap penyelidikan KPK dilakukan oleh penyidik yang tak berwenang. Penyidik yang berwenang, menurut Ketut, adalah penyidik dari Polri, penyidik kejaksaan, dan PPNS yang berwenang.
"Bahwa pada 11 Juni 2014, termohon mengirimkan surat kepada Kapolri dengan register Surat No R2289/01-51/06/2014 Perihal Usul Pemberhentian dengan Hormat dari dinas Polri atas nama Ambarita Damanik," tutur Ketut.
KPK juga dianggap terlalu prematur dan terburu-buru dalam menetapkan Novanto. Hal itu didasarkan pada proses yang dilakukan tanpa melalui bukti permulaan yang cukup.
"Penetapan tersangka sangat dibuat-buat, dipaksakan, dan tindakan tersebut merupakan tindakan yang profesional, prematur, dan tidak berdasar hukum," ujarnya.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang dibacakan, Ketut pun meminta kepada hakim Kusno mengabulkan permohonan praperadilan seluruhnya. Penyidikan terhadap Novanto pun diminta dihentikan.
"Memerintahkan termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya Novanto (pemohon) berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No Sprin.Dik-113/01/10/2017 tanggal 31 Oktober 2017," ujarnya. (knv/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini