"Tahun 2016 MUI keluarkan fatwa karena banyak keresahan di kalangan umat karena cukup banyak pengusaha yang menyuruh karyawannya untuk memakai atribut Natal. Dan cara yang mereka tempuh terus terang akan mengusik kerukunan beragama dan tak mustahil akan menimbulkan reaksi yang skala yang macam-macam," kata Anwar Abbas lewat sambungan telepon, Minggu (3/12/2017).
Dia mengatakan permintaan dari pengusaha kepada karyawannya secara tidak langsung akan dimaknai sebagai perintah atasan kepada bawahan. Dalam kondisi tersebut, karyawan otomatis akan mengikuti permintaan pengusaha tersebut karena ikatan kerja yang mengikat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sementara yang menyebabkan timbulnya reaksi tersebut tak salah. Oleh karena itu kita mengimbau para pengusaha ini membangun kehidupan beragama yang baik. Caranya dengan saling menghormati. Dan jangan memaksakan, menyuruh karyawan menggunakan atribut non-Islam," ungkapnya.
Dia menambahkan, untuk mendukung terwujudnya hal itu diperlukan kehadiran negara. Negara, kata Anwar, mesti menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya.
Anwar mengatakan pemerintah mesti memberikan sosialisasi kepada pihak pengusaha untuk tidak meminta karyawannya mengenakan atribut Natal.
"Bagi saya pemerintah harus menjelaskan hal ini ke dunia usaha. Jangan karena semangat Natal, orang lain tersinggung. Pemerintah seharusnya memanggil pengusaha, jelaskan. Ini kan baru tanggal 2, masih ada waktu untuk menyampaikan hal itu sampai tanggal 25 nanti," ujarnya.
"Kalau hal itu terjadi, kan sejuk sekali negara ini. Negara wajib menghormati agama Islam. Negara juga wajib menghormati agama Kristen. Alangkah indahnya jika saling menghormati antar umat beragama dalam beribadah," sambung Anwar. (jbr/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini