"Titik jaga Tanah Abang ada 12. Kalau 12 (titik) dijaga 5 personel, berarti ada 60 di sana. Di titik itu juga ada pedagang kalau membeludak bisa 50-150 orang, sementara anggota cuma 3-5 orang tiap titik," kata Rahmat dalam jumpa pers di kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Tanah Abang , Senin (27/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi gimana nanganin pedagang yang ngotot dagang? Tim tindak ini akan ambil langkah represif penindakan dan pengangkutan, (sedangkan) tim stasioner jaga. Cuma memang ada lengahnya. Ketika jumlah anggota istirahat berkurang itu ada pedagang masuk sehingga memang dibutuhkan personel lebih banyak," papar Rahmat.
Soal video investigasi Ombudsman, Rahmat memastikan belum ditemukan adanya kongkalikong anggota Satpol PP dengan preman soal pengurusan lapak ataupun bocornya jadwal penertiban.
"Jadi tolong antisipasi apakah itu preman atau oknum? Karena kalau mau dagang itu biasanya bayar ke preman. Pertanyaannya, apakah benar itu preman yang bisa membekingi orang itu. Kedua, apakah benar setor ke Satpol, kalau benar setor ke Satpol, Satpol-nya siapa?" tanya Rahmat.
"Apa iya bener itu sudah diikutin setelah dikasih duit kan itu katanya nanya sama preman situ, bahwa sekian ratus ribu dikasih preman sekian Satpol. Pertanyaannya, benar nggak itu masuk ke Satpol atau ke mana. Diikutin nggak itu yang ngaku preman," sambung dia.
Ombudsman sebelumnya meminta Pemprov DKI menindaklanjuti temuan, bukan justru bicara soal bantahan. Pernyataan ini menanggapi pernyataan Wagub DKI Sandiaga Uno bahwa oknum yang mengaku bisa mengatur lapak bukan anggota Satpol PP.
"Kami kan melihat pada fenomena, yang mau kami kejar adalah fenomena. Big picture-nya penggambaran besar yakni bahwa Satpol PP tidak bekerja dalam rangka penegakan Perda PKL sehingga Jakarta dipenuhi PKL," kata anggota Ombudsman Adrianus Eliasta Meliala, Senin (27/11). (fdn/fdn)