Sidang seharusnya dimulai pukul 10.20 WIB, namun hakim tunggal Riyadi Sunindyo baru membuka sidang pada pukul 13.54 WIB di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Karena pihak kejaksaan tidak hadir, dirinya meminta juru sita menyampaikan relas panggilan untuk sidang berikutnya.
"Karena termohon tidak hadir, tolong sampaikan relas pemanggilan. Untuk itu sidang ditunda hingga 1 minggu," kata Riyadi dalam sidang, di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (27/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tempat yang sama pihak kuasa hukum Surya, menerima penundaan sidang tersebut. Dirinya tak mengetahui alasan pihak kejaksaan berhalangan hadir.
"Kami berpikiran bahwa karena ini praperadilan, proses cepat selesai dalam seminggu. Tapi kalau di sana kan semestinya kan udah tau. Panggilan sudah disampaikan. Mestinya ngerti, tapi tak muncul mungkin ada kesibukan lain," kata kuasa hukum Surya, Edi Utama usai sidang.
Edi menjelaskan pihaknya meminta hakim untuk menguji penetapan tersangka yang diterima kliennya. Bila mengacu Pasal 66 PP No 54 tahun 2010, harga penetapan sendiri (HPS) tak bisa menjadi perhitungan kerugian negara.
"Dasar tuntutan jakas berputar sekitar harga penetapan sendiri (HPS), yang menentukan level bawah sebelum naik ke atas. Penguasa anggaran (PA) tidak pernah tahu menau secara teknis siapa yang harus menang baik speknya, suplier dari mana, gatau. Namun yang terjadi HPS dijadikan dasar untuk tersangkakan klien saya," paparnya.
Seperti diketahui Surya ditahan di rutan Salemba cabang Kejagung. Saat kasus ini terjadi, SCS, yang merupakan Kepala BKKBN, diduga memiliki peran mengintervensi dalam proses pengadaan serta tidak menghiraukan hasil kajian cepat BPKP yang sudah memberi peringatan dalam proses pengadaan.
Dalam kasus ini, Kejagung juga telah menetapkan 3 tersangka lainnya. Ketiganya adalah Direktur Utama PT Triyasa Nagamas Farma berinisial YW, Direktur PT Djaja Bima Agung berinisial LW, serta mantan Kasi Sarana Biro Keuangan BKKBN berinisial KT. Sebanyak total Rp 11 miliar aset telah disita dari para tersangka.
Kasus ini bermula saat Satuan Kerja Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KB-KR) pada Direktorat Jalur Pemerintah BKKBN Pusat melaksanakan kegiatan pengadaan Susuk KB II/Implant Batang Tiga Tahunan Plus Inserter pada 2014 dan 2015. Pagu anggaran saat itu sebesar Rp 191 miliar, yang bersumber dari APBN sesuai dengan DIPA BKKBN.
Saat proses pelelangan berlangsung, terdapat penawaran harga yang dimasukkan oleh para peserta lelang ke satu kendali, yakni PT Djaya Bima Agung. PT Djaya Bima Agung juga sebagai peserta lelang sehingga harga-harga tersebut adalah harga yang tidak wajar dan menyebabkan rendahnya tingkat kompetensi.
(adf/rvk)











































