Penyidik Kejaksaan Agung menetapkan Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat KB tahun anggaran 2014-2015. Keberatan dengan status tersangkanya, Surya Chandra mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Ya sudah mengajukan," kata kuasa hukum Surya, Edi Utama, saat dihubungi detikcom, Rabu (22/11/1017).
Pengajuan praperadilan itu didaftarkan pada 17 November lalu. Sedangkan sidang perdananya diagendakan Senin (27/11) pekan depan.
Dalam permohonannya yang dilansir di situs PN Jaksel, Surya Chandra meminta status tersangkanya dinyatakan tidak sah. Ia juga meminta kepada hakim tunggal yang akan memeriksa dan mengadilinya untuk menyatakan penyidikan yang dilakukan penyidik Kejagung tidak sah.
Jika permohonannya dikabulkan, ia meminta hakim tunggal memerintahkan Kejagung menghentikan penyidikannya. Serta membebaskan Surya Chandra dari tahanan dan memulihkan jabatan berikut martabatnya.
"Memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan. Memerintahkan kepada termohon untuk membebaskan Pemohon dari tahanan. Serta memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan/jabatan dan harkat serta martabatnya," ujar petitum dalam situs PN Jaksel.
Seperti diketahui Surya ditahan di rutan Salemba cabang Kejagung. Saat kasus ini terjadi, SCS, yang merupakan Kepala BKKBN, diduga memiliki peran mengintervensi dalam proses pengadaan serta tidak menghiraukan hasil kajian cepat BPKP yang sudah memberi peringatan dalam proses pengadaan.
Dalam kasus ini, Kejagung juga telah menetapkan 3 tersangka lainnya. Ketiganya adalah Direktur Utama PT Triyasa Nagamas Farma berinisial YW, Direktur PT Djaja Bima Agung berinisial LW, serta mantan Kasi Sarana Biro Keuangan BKKBN berinisial KT. Sebanyak total Rp 11 miliar aset telah disita dari para tersangka.
Kasus ini bermula saat Satuan Kerja Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KB-KR) pada Direktorat Jalur Pemerintah BKKBN Pusat melaksanakan kegiatan pengadaan Susuk KB II/Implant Batang Tiga Tahunan Plus Inserter pada 2014 dan 2015. Pagu anggaran saat itu sebesar Rp 191 miliar, yang bersumber dari APBN sesuai dengan DIPA BKKBN.
Saat proses pelelangan berlangsung, terdapat penawaran harga yang dimasukkan oleh para peserta lelang ke satu kendali, yakni PT Djaya Bima Agung. PT Djaya Bima Agung juga sebagai peserta lelang sehingga harga-harga tersebut adalah harga yang tidak wajar dan menyebabkan rendahnya tingkat kompetensi.
(yld/rvk)
"Ya sudah mengajukan," kata kuasa hukum Surya, Edi Utama, saat dihubungi detikcom, Rabu (22/11/1017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengajuan praperadilan itu didaftarkan pada 17 November lalu. Sedangkan sidang perdananya diagendakan Senin (27/11) pekan depan.
Dalam permohonannya yang dilansir di situs PN Jaksel, Surya Chandra meminta status tersangkanya dinyatakan tidak sah. Ia juga meminta kepada hakim tunggal yang akan memeriksa dan mengadilinya untuk menyatakan penyidikan yang dilakukan penyidik Kejagung tidak sah.
Jika permohonannya dikabulkan, ia meminta hakim tunggal memerintahkan Kejagung menghentikan penyidikannya. Serta membebaskan Surya Chandra dari tahanan dan memulihkan jabatan berikut martabatnya.
"Memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan. Memerintahkan kepada termohon untuk membebaskan Pemohon dari tahanan. Serta memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan/jabatan dan harkat serta martabatnya," ujar petitum dalam situs PN Jaksel.
Seperti diketahui Surya ditahan di rutan Salemba cabang Kejagung. Saat kasus ini terjadi, SCS, yang merupakan Kepala BKKBN, diduga memiliki peran mengintervensi dalam proses pengadaan serta tidak menghiraukan hasil kajian cepat BPKP yang sudah memberi peringatan dalam proses pengadaan.
Dalam kasus ini, Kejagung juga telah menetapkan 3 tersangka lainnya. Ketiganya adalah Direktur Utama PT Triyasa Nagamas Farma berinisial YW, Direktur PT Djaja Bima Agung berinisial LW, serta mantan Kasi Sarana Biro Keuangan BKKBN berinisial KT. Sebanyak total Rp 11 miliar aset telah disita dari para tersangka.
Kasus ini bermula saat Satuan Kerja Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KB-KR) pada Direktorat Jalur Pemerintah BKKBN Pusat melaksanakan kegiatan pengadaan Susuk KB II/Implant Batang Tiga Tahunan Plus Inserter pada 2014 dan 2015. Pagu anggaran saat itu sebesar Rp 191 miliar, yang bersumber dari APBN sesuai dengan DIPA BKKBN.
Saat proses pelelangan berlangsung, terdapat penawaran harga yang dimasukkan oleh para peserta lelang ke satu kendali, yakni PT Djaya Bima Agung. PT Djaya Bima Agung juga sebagai peserta lelang sehingga harga-harga tersebut adalah harga yang tidak wajar dan menyebabkan rendahnya tingkat kompetensi.











































