"Tindakan Subdit I Kamneg Ditreskrimum Polda Bali melakukan OTT tanggal 2 Agustus 2017 karena ada keberatan masyarakat atas pungutan yang dinilai sebagai pemerasan terselubung kepada para pengelola wisata bahari di Tanjung Benoa," kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Hengky Widjaja kepada detikcom, Selasa (21/11/2017).
Yonda berdalih melakukan pemerasan untuk kepentingan desa. Pungutan ini dimulai pada 20 Desember 2014 atau sejak Yonda menjadi Bendesa Adat/Kepala Desa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian Yonda mengesahkan Perarem atau peraturan desa adat sebagai landasan aturan dalam melakukan pungutan. Substansi Perarem itu adalah setiap perusahaan wajib membantu desa adat Tanjung Benoa dalam memfasilitasi penitipan harga per kepala per kegiatan tersebut.
"Dengan sanksi penutupan akses jalan menuju perusahaan bila melanggar. Sedangkan besarnya nilai pungut Rp 10 ribu per kepala per aktivitas, dituangkan dalam surat edaran tersendiri. Dalam pelaksanaan pemungutan, dibentuk satuan gali potensi desa adat," ucap Hengky.
Hengky menegaskan kepolisian tidak mempermasalahkan pungutan yang didasari Perarem bila materi yang dibuat benar dan tidak bertentangan dengan peraturan yang kastanya lebih tinggi, seperti perbup atau perda atau UU. Polisi juga mendukung Perarem jika dibuat berdasarkan musyawarah semua pihak yang terlibat dalam aturan desa adat itu.
"Dibuat atas dasar musyawarah, bukan atas pesanan oknum tertentu sebagai legal standing atas perbuatan melawan hukum," ungkap Hengky. (vid/asp)