"Saya pikir situasi era Akbar Tandjung pada 2002, berbeda dengan saat ini. Setya Novanto di mata publik sudah telanjur buruk citranya. Hal itu bisa kita simak dari komentar publik dan meme di media sosial," kata Ketua Program Pascasarjana Komunikasi Universitas Jayabaya Lely Arrinie saat dihubungi detikcom, Senin (20/11/2017).
Dari berbagai komentar di media sosial, kata Lely, dapat disimpulkan bahwa Setnov dianggap sebagai figur yang tak berani menghadapi dan menyelesaikan persoalan pribadinya. Bila demikian, bagaimana dia bakal bisa mengatasi persoalan di partai, DPR, ataupun masalah nasional secara lebih luas.
Beberapa bulan ke depan, ia melanjutkan, akan digelar pemilihan kepala daerah di berbagai daerah secara serentak. Bila para elite Partai Golkar masih berkukuh menunjukkan loyalitas buta kepada Setya Novanto, yang tengah menghadapi masalah hukum, hal itu akan menjadi amunisi bagi lawan-lawan politik untuk memojokkan para calon kepala daerah yang diusung Partai Golkar. Setahun ke depan, kata Lely, juga akan digelar pemilu legislatif dan pemilihan presiden sehingga akan memberatkan Partai Golkar bila tersandera oleh kasus Novanto.
Para elite Partai Golkar, doktor ilmu komunikasi lulusan Universitas Padjadjaran itu melanjutkan, harus berani mengambil keputusan radikal dengan tidak menggantungkan nasib kepada Novanto. Caranya, antara lain, mengganti Setnov sebagai Ketua DPR dengan kader lain dan menunjuk ketua umum baru. "Persoalan hukum yang dihadapi itu masalah pribadi Setya Novanto, jangan sampai Partai Golkar dan DPR terkena imbas negatifnya," kata Lely. (jat/jat)











































