Dari kasus ini, Polda Bali mengarah penyidikan kepada Bendesa Adat atau Kepala Desa Tanjung Benoa, inisial IMW.
"Tersangkanya kan dulu baru KR yang memungut. Setelah penyelidikan dan hasil gelar perkara, tersangka menjadi 5 orang. Antara lain bendesa adatnya sendiri, IMW, jadi tersangka utama," kata Wadir Reskrimum Polda Bali, AKBP Sugeng Sudarso di kantornya, Jalan Sanghyang, Denpasar, Bali, Senin (20/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini secara bertahap mereka kita mintai keterangan, dan pada 25 Oktober 2017 lalu, berdasarkan bukti-bukti dan keterangan saksi sebanyaj 79 orang," ujar Sugeng.
Penyidikan menilai IMW memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri melalui pungutan liar berkedok sumbangan 'sukarela' untuk desa adat. Ditambah, IMW tak bisa mempertanggungjawabkan hasil pungutan tersebut yang berkisar Rp 24 miliar per tahun sejak Desember 2015.
"Hasil pungli katanya untuk kesejahteraan masyarakat desa tapi kenyataannya dia tidak bisa mempertanggungjawabkan. Jadi diduga diselewengkan untuk memperkaya diri sendiri," ucap Sugeng.
"Total uang yang terkumpul tiap tahun Rp 24 miliar. Sudah berjalan dari akhir Desember 2015 efektifnya. Diduga (hasil pungli) banyak dipakai perorangan antar pengurus (desa) mereka. Jadi tidak bisa dipertanggungjawabkan ke mana dana itu," papar Sugeng.
Kasus ini menjadi polemik antar pengusaha watersport di Tanjung Benoa dengan masyarakat adat desa. Namun sumbangan desa itu dibebankan secara wajib dan jika tak membayar maka mendapatkan perbuatan tak menyenangkan dari sejumlah oknum.
"Pengusaha (watersport) di sana ada yang berani menolak dan ada yang tidak. Yang menolak itu diganggu terus dan akhirnya melapor. Pembentukan aturan adat itu ada aturannya dan dia (IMW) buat sendiri," ungkap Sugeng.
"Dana desa sudah diterima dari negara, sumbangan itu tidak mengikat dan hibah. Itulah indikasinya penyimpangan ini. Korbannya 24 perusahaan water sport di Benoa" pungkas Sugeng. (vid/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini