Kasus Surat Palsu Pimpinan KPK, Polri: Bisa Terbukti, Bisa Tidak

Kasus Surat Palsu Pimpinan KPK, Polri: Bisa Terbukti, Bisa Tidak

Audrey Santoso - detikNews
Rabu, 15 Nov 2017 15:42 WIB
Brigjen Rikwanto (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Polri masih belum mencapai kesimpulan terkait kasus dugaan surat palsu Pimpinan KPK. Apabila tidak terbukti ada unsur pidananya, maka kasus itu akan dihentikan.

"Jadi kesimpulan akhirnya bisa saja terbukti, bisa saja tidak terbukti. Kalo tidak terbukti ya dihentikan penyidikannya. Jadi naiknya penyidikan itu alat buktinya cukup, namun tersangkanya belum ada. Dan tidak harus ada dalam proses penyidikan itu, karena akan dicari," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto di Mabes Polri, Jalan Tunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (15/11/2017).

Rikwanto menjelaskan masih banyak hal yang harus dilakukan penyidik untuk menentukan muara kasus ini. "Kan akan dipanggil saksi termasuk keterangan ahli yang lainnya. Lalu dianalisa lagi apakah bisa dilanjutkan lagi apakah tidak, masih banyak lagi yang harus dijalankan oleh penyelidik," jelas Rikwanto.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan penyidik sedang meminta keterangan para ahli terkait kasus surat palsu Pimpinan KPK. Tito ingin penyidik segera menentukan ada-tidaknya unsur pidana dalam perkara tersebut.

"Sekarang ini proses pengumpulan keterangan ahli yang lain, kalau nanti keterangan ahli lain menyatakan bahwa ini tidak ada, bukan tindak pidana, kita hentikan," kata Tito.

Tito menjelaskan, dalam KUHAP, polisi bisa menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tanpa penetapan tersangka. Penyidikan dapat dihentikan di tengah jalan.

Agus dan Saut dilaporkan atas dugaan tindak pidana membuat surat palsu atau memalsukan surat dan menggunakan surat palsu serta menyalahgunakan kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 421 KUHP.

Soal penyidikan kasus dugaan surat palsu, KPK menegaskan surat pencegahan Novanto sudah sesuai aturan yang berlaku, yaitu dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. (aud/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads