"Kalau ini sebetulnya sudah anarkis, ada teori juga collective behavior, ketika ada perilaku menyimpang, sebagai perilaku melanggar norma sosial dan sangat mungkin terjadi berulang kemudian masyarakat menjadi jengah kemudian ada satu yang mencetuskan hukuman spontan," papar Suprapto saat berbincang dengan detikcom, Selasa malam (14/11/2017).
Masyarakat yang ikut main hakim sendiri itu tidak memikirkan dampak selanjutnya. Mereka hanya ikut-ikutan saja karena merasa lebih kuat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara tokoh masyarakat, yang dalam hal ini adalah Ketua RT dan Ketua RW, justru ikut dalam aksi massa itu. Suprapto menilai, Ketua RT dan Ketua RW ini belum memiliki tingkat kematangan sosial.
"Karena dia merasa memiliki power, kemudian melakukan tindak arak-arakan itu," ujar dia.
Pemerintah harus mengambil peran dalam melakukan sosialisasi agar masyaakat tak main hakim sendiri. Proses sosialisasi ini, kata Suprapto, harus diperkuat oleh tokoh yang dipandang oleh masyarakat tersebut.
"Saya kira supaya tidak berulang harusnya para pelaku harus mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai hukum yang berlaku. Sementara pasangan yang kalau terbukti melakukan tindakan di luar norma sosial juga harus diberi sanksi, kalau terbukti," ujar Suprapto.
Polisi menetapkan 6 tersangka dalam kasus ini. Mereka dijerat pasal 170 dan 335 dengan ancaman di atas 5 tahun penjara.
Dari keenam tersangka, dua di antaranya merupakan ketua RT dan RW setempat. Mereka disangka melakukan penganiayaan dan perbuatan melanggar hukum.
(bpn/fdn)











































