Dalam setiap acara wajib menyertakan tokoh-tokoh setempat sebagai pemain, dikemas secara kolosal dan melibatkan anak-anak. Saat ini, menurutnya, meski pagelaran wayang masih berlangsung, namun jumlah dan kemasannya masih belum memuaskan.
"Kalau wayang ya wayang orang atau ketoprak bisa. Tiap bulan satu pertunjukan keliling di tiap kabupaten, Pak Bupati main, Kapolres dan Dandim main, kalau saya diundang pasti ikut. Dan anak-anak harus ikut makanya kolosal," kata Ganjar dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menuturkan, ngunduh wayang dan ketoprak ini diharapkan membuka dimensi baru akan pelestarian kesenian tradisi. Seniman akan dituntut berkreasi mengemas pertunjukan secara kolosal, memasukkan unsur-unsur inovasi modern tapi tidak meninggalkan pakem tradisi.
"Anak-anak yang ikut main akan memiliki pengalaman yang tidak terlupakan sampai mereka dewasa. Wah saya pernah main ketoprak sama Pak Bupati dan Pak Gubernur," ucapnya.
Pelibatan anak-anak, menurut Ganjar, perlu diwajibkan karena merekalah yang nanti melestarikan kesenian tradisi. Makanya, dirinya mengaku senang ketika hadir di halaman RRI dan menyaksikan siswa-siswa SD berkarawitan.
Dalam kesempatan itu, Ganjar memanggil dua siswa untuk unjuk kebolehan melantuntkan nembang macapat. Majulah Himatul Marwah Taher (12), siswa kelas enam SD Manyaran 3 Semarang, yang menembangkan Pocung. Disusul Rafa Indra Waskito (10), siswa kelas lima SD Islam Terpadu Alfirdaus, yang melantunkan Dandanggula.
Oleh karena penampilan yang mengundang decak kagum, Ganjar pun lantas memberi hadiah tabungan pada keduanya.
Diungkapkannya, pelestarian kesenian tradisi bukan hanya sebagai tanggung jawab moral pada kekayaaan budaya leluhur, tapi juga erat kaitannya dengan internalisasi nilai-nikai kegamaan dan kebangsaan pada anak-anak.
Dia berharap, cerita yang dibawakan selalu mengandung nilai-nilai agama, ajaran sopan santun, ajakan untuk bersatu dan bergotong-royong, dan mewaspadai bahaya narkoba, hoax, dan radikalisme.
"Seperti Ki Enthus (dalang) itu selalu memasukkan nilai-nilai agama dan cerita persatuan bangsa," jelas Ganjar.
Sementara itu, Ketua Panitia Hari Wayang Nasional 2017, St Sukirno, mengatakan acara bertema 'mencintai wayang bukti nyata bangsa yang berbudaya' ini berlangsung sejak Selasa 7 November lalu. Sebelumnya pada Senin 6 November, panitia dan dalang melakukan ziarah kidung ke makam Ki Nartosabdho di Kompleks Makam Bergota, Semarang.
Sejumlah acara maraton telah terlaksana. Seperti pergelaran wayang kulit dengan 14 dalang, pentas tari, karawitan, geguritan, hingga seminar wayang. Kemudian secara bersamaan digelar pula lomba menggambar wayang dan pameran seni.
"Peringatan Hari Wayang ini melibatkan 14 dalang, 7 kelompok karawitan professional, kelompok karawitan dari 13 SD (sekolah dasar), 1 SMK, dan 4 perguruan tinggi," pungkas Sukirno. (idr/ega)