Fredrich menerangkan, pemanggilan kliennya oleh KPK harus seizin presiden dengan mengacu Pasal 245 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3. Fredrich menyebut pasal itu mengatur pemanggilan anggota DPR harus mendapatkan persetujuan tertulis dari presiden.
"Dengan adanya sekarang permintaan (panggilan) dari KPK yang dalam hal ini terkesan mengabaikan atau mengesampingkan masalah UUD dan putusan MK maka kami mengajukan permohonan judicial review terhadap Pasal 46 ayat 1 dan ayat 2 UU KPK," ujar Fredriech di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua, kami mengajukan untuk uji Pasal 12 UU KPK. Di mana Pasal 12 UU KPK, KPK bisa memerintahkan instansi terkait untuk melakukan pencegahan ke luar negeri maupun pencekalan dalam hal ini terhadap seseorang. Yang dalam hal ini jelas bertentangan dengan putusan MK yang menyatakan wewenang imigrasi untuk mencegah seseorang ke luar negeri bagi yang bersangkutan itu dinyatakan inkonstitusional," sambungnya.
Novanto hari ini tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK sebagai saksi. Novanto beralasan KPK harus mengantongi izin presiden untuk memeriksa dirinya.
Panggilan pemeriksaan ini ditujukan untuk Novanto sebagai saksi untuk Direktur Utama PT Quadra Solution, Anang Sugiana yang juga tersangka korupsi e-KTP.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menegaskan pemeriksaan Ketua DPR Setya Novanto tidak memerlukan izin presiden. KPK berharap Novanto kooperatif memenuhi panggilan sebagai saksi atau tersangka dugaan korupsi e-KTP.
"Nggak perlu itu," kata Saut kepada wartawan terpisah di UI. (fdn/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini