"Menurut KUHAP pasal 123 ayat 1 seseorang yang ditahan berhak sebagai kuasa hukum atau keluarga memohonkan surat penangguhan penahanan," kata kuasa hukum Surya, Edi Utama, di Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (10/11/2017).
Penangguhan penahanan itu dilayangkan hari ini ke penyidik pada Jampidsus Kejagung. Ia menyerahkan sepenuhnya keputusan ke Kejagung apakah akan menangguhkan penahanan sepenuhnya atau hanya menjadi tahanan kota.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kepala BKKBN ini kan pejabat negara, tugasnya banyak sebagai pejabat negara, komitmen dengan berbagai acara, termasuk konferensi internasional PBB tentang kependudukan yang dilaksanakan di Yogyakarta sehingga kalau beliau ada di dalam sini (penjara) wajah Indonesia tercoreng. Sehingga setidaknya beliau diberikan kesempatan untuk menjadi tahanan kota," ujarnya.
Jika Surya Chandra hanya dikabulkan menjadi tahanan kota, maka ia tidak akan bisa ke Yogyakarta. Akan tetapi menurut kuasa hukumnya, Surya masih dapat menerima delegasi tersebut di kantor BKKBN pusat.
"Mungkin kalau ke Jogja tidak boleh, tapi setidaknya delegasi itu akan datang ke kantor BKKBN pusat kalau beliau jadi tahanan kota," ungkapnya.
Dalam permohonannya, Surya berjanji akan berlaku kooperatif walapun penahanannya ditangguhkan. Bahkan penyidik disebut tidak perlu khawatir akan melarikan diri dan mempersulit proses pemeriksaan.
"Tidak perlu dikhawatirkan akan menghilangkan barang bukti, tersangka tidak akan mempersulit proses pemeriksaan dan setiap saat apabila diperlukan bersedia dihadirkan," ungkap Edi.
Bahkan ia menyebut keluarga akan menjamin Surya tidak akan melarikan diri. "Tersangka tidak perlu dikhawatirkan akan melarikan diri dengan adanya jaminan dari isteri tersangka," tutup Edi.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 3 tersangka. Ketiganya adalah Direktur Utama PT Triyasa Nagamas Farma berinisial YW, Direktur PT Djaja Bima Agung berinisial LW, serta mantan Kasi Sarana Biro Keuangan BKKBN berinisial KT.
Kasus ini bermula saat Satuan Kerja Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KB-KR) pada Direktorat Jalur Pemerintah BKKBN Pusat melaksanakan kegiatan pengadaan Susuk KB II/Implant Batang Tiga Tahunan Plus Inserter pada 2014 dan 2015. Pagu anggaran saat itu sebesar Rp 191 miliar, yang bersumber dari APBN sesuai dengan DIPA BKKBN.
Saat proses pelelangan berlangsung, terdapat penawaran harga yang dimasukkan oleh para peserta lelang ke satu kendali, yakni PT Djaya Bima Agung. PT Djaya Bima Agung juga sebagai peserta lelang sehingga harga-harga tersebut adalah harga yang tidak wajar dan menyebabkan rendahnya tingkat kompetensi.
(yld/dhn)











































