Status Justice Collaborator 2 Terdakwa e-KTP Ditolak PT DKI

Status Justice Collaborator 2 Terdakwa e-KTP Ditolak PT DKI

Nur Indah Fatmawati - detikNews
Jumat, 10 Nov 2017 11:52 WIB
Status Justice Collaborator 2 Terdakwa e-KTP Ditolak PT DKI
Sugiharto dan Irman (Foto: Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta - Status justice collaborator (JC) 2 terdakwa kasus korupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto, ditolak Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Keduanya dianggap sebagai pelaku utama sehingga tidak bisa menyandang status JC.

Hal ini termuat dalam putusan banding vonis e-KTP yang diketok pada 2 November 2017 dengan ketua majelis hakim Ester Siregar. Pada halaman 174, kedua terdakwa diputus sebagai tersangka utama dari dugaan korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun ini.

"Menimbang bahwa kedua terdakwa bertindak sebagai pelaku utama dalam perkara a quo para terdakwa tidak berhak mendapatkan perlakuan khusus berupa keringanan hukuman sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 4 tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu sebagaimana diatur dalam angka 9 huruf a," demikian vonis PT DKI Jakarta sebagaimana dikutip, Jumat (10/11/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pedoman itu mengatur seseorang sebagai justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama. Isinya:

Yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) ini, mengakui kejahatanyang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai di dalam proses peradilan.

Dengan diputusnya Irman dan Sugiharto sebagai pelaku utama, maka tidak ada lagi otak pelaku di atas mereka. Ini menyebabkan permohonan JC itu ditolak.

Padahal dengan menjadi JC, keduanya terbuka kemungkinan memperoleh keringanan hukuman pidana, misalnya melalui remisi. Namun dalam amar putusan yang sama, hukuman Irman dan Sugiharto memang diperberat terkait uang pengganti. Sementara untuk pidana pokok, hukuman untuk Irman dan Sugiharto tidak berubah.

Irman dihukum 7 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan, sedangkan Sugiharto divonis 5 tahun dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan.

Terkait uang pengganti, di putusan tingkat pertama, Irman dihukum membayar uang pengganti USD 500 ribu dikurangi pengembalian USD 300 ribu dan Rp 50 juta. Sedangkan terdakwa Sugiharto dihukum membayar uang pengganti sebesar USD 50 ribu.

Namun di putusan banding, Irman dihukum membayar uang pengganti sebesar USD 500 ribu dan Rp 1 miliar, dikurangi dengan yang telah dikembalikan ke KPK sebesar USD 300 ribu. Sedangkan untuk Sugiharto, PT DKI menjatuhkan pidana tambahan uang pengganti sebesar USD 450 ribu dan Rp 460 juta dikurangi USD 430 ribu dan 1 mobil senilai Rp 150 juta yang telah dikembalikan ke KPK.

Selain soal JC, permintaan jaksa KPK mengenai adanya keterlibatan Setya Novanto di kasus e-KTP juga tidak dikabulkan. Pengadilan menyatakan Novanto tidak terlibat.

Lalu, apakah KPK selanjutnya akan menempuh kasasi? (nif/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads