Kasus Suami Tembak Istri, Peredaran Senpi di Jakarta Mulai Gawat?

Kasus Suami Tembak Istri, Peredaran Senpi di Jakarta Mulai Gawat?

Parastiti Kharisma Putri - detikNews
Jumat, 10 Nov 2017 09:47 WIB
Foto: Senjata yang dipakai pelaku (ist)
Jakarta - Belakangan marak kasus-kasus penyalahgunaan senjata api (Senpi) oleh kalangan di luar anggota Polri atau TNI. Lantas apakah hal tersebut menandakan peredaran senpi di Jakarta sudah tergolong gawat?

Menanggapi hal itu, Komisioner Kompolnas Benny Nurhadi mengatakan jika dalam kurun waktu satu bulan terdapat lebih dari satu kasus serupa itu artinya sudah dapat dikategorikan gawat. Operasi terhadap senjata api dan senjata tajam juga perlu diperketat.

[Gambas:Video 20detik]


"Apabila dalam sebulan peristiwa kejahatan atau pembunuhan dengan menggunakan senjata api ilegal lebih dari satu, keadaan itu sudah dapat dikategorikan gawat, itu pendapat saya. Prinsipnya, pengawasan terpadu harus diperketat dan sudah harus mulai dilakukan razia peredaran dan penguasaannya," kata Benny saat dihubungi detikcom, Kamis (9/11/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Benny juga menuturkan ketentuan kepemilikan senjata api non organik hanya diperbolehkan untuk kepentingan olahraga. Sedangkan untuk kepemilikan senjata api organik, Benny mengatakan jika ada seorang yang bukan anggota kepolisian dan memiliki senjata api organik artinya senjata tersebut adalah ilegal.

"Ketentuan kepemilikan senjata hanya bertujuan untuk digunakan untuk olahraga, artinya apabila tidak digunakan dalam kegiatan olahraga harus dititipkan ke yang berwajib. Itu untuk senjata api non organik. Kalau orang dapat memiliki senjata api organik, artinya ilegal," tuturnya.

Dia pun menyarankan polisi melakukan pengawasan ketika menggelar razia atau penertiban di jalan raya. "Operasi tertib lalin juga dapat dibarengi dengan razia senjata api atau senjata tajam," jelasnya.

Senada dengan Benny, Komisi III DPR RI yang membidangi masalah tersebut juga mendesak agar kepemilikan senjata api bisa segera ditertibkan. Anggota Komisi III Taufiqulhadi menuturkan jangan sampai kembali muncul korban-korban lain akibat penyalahgunaan senjata.

"Saya meminta agar menertibkan izin senjata dan kemudian kalau misalnya ada mereka yang tidak punya izin atau memberikan senjata kepada orang lain itu harus ditindak dengan tegas. Diambil tindakan secara keraslah. Kalau tidak (ditindak tegas) ini akan jatuh korban lagi. Karena ini sudah paling tidak di dalam berapa bulan ini walaupun sebelumnya tidak ada korban tapi nyaris hampir sama (kasusnya)," tutur Taufiq.

"Kami minta ditertibkan lah izin-izin tersebut sekarang, ditertibkan gitu lho, harus disweeping kembali," sambungnya.


Jika ditilik kembali, selain kasus penembakan yang dilakukan oleh dr Ryan Helmi kepada istrinya dr Letty Sultri (46), beberapa waktu belakangan juga telah terjadi kasus penyalahgunaan senjata api oleh dokter. Salah satunya kasus penodongan senjata yang dilakukan oleh eks dokter RSPAD Anwari Kertahusada kepada Ketua RT di Jalan Cempaka, Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

Anwari sebelumnya melepaskan tembakan dan menganiaya juru parkir di Gandaria City, Jumat (6/10) malam. Anwari lalu ditangkap dan langsung ditahan di Mapolres Jakarta Selatan.

Pada kasus itu status penahanan Anwari ditangguhkan oleh pihak kepolisian. Namun setelah ditangguhkan, Anwari kembali berulah, kali ini dengan menggunakan senapan angin.

Sebelumnya, pada awal September 2017 juga diberitakan Mochammad Akbar menembak istrinya, Indria Kameswari dengan pistol. Pistol itu pun diketahui merupakan senpi rakitan. Pembunuhan pegawai BNN itupun dilatarbelakangi oleh cekcok keluarga.

(yas/ams)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads