Ini Landasan Hukum KPK Cegah Novanto ke Luar Negeri

Ini Landasan Hukum KPK Cegah Novanto ke Luar Negeri

Nur Indah Fatmawati - detikNews
Kamis, 09 Nov 2017 16:00 WIB
Gedung KPK (Foto: Rachman Haryanto/detikcom)
Jakarta - Dua pimpinan KPK dipolisikan terkait surat pencegahan ke luar negeri terhadap Setya Novanto. Pengacara Novanto, Fredrich Yunadi, menyebut apa yang dilakukan 2 pimpinan KPK itu melanggar hukum.

Bareskrim Polri pun telah meningkatkan laporan itu ke tahap penyidikan melalui surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP). Namun status 2 pimpinan KPK yang dilaporkan, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang, masih sebagai terlapor, bukan tersangka.

Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kembali menegaskan bila surat pencegahan itu dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Tak hanya Novanto, dalam perkara e-KTP ada 8 orang lainnya yang dicegah ke luar negeri, baik berstatus tersangka maupun saksi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam penanganan kasus KTP-Elektronik, KPK sudah melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap 9 orang dengan ragam waktu sesuai kebutuhan penanganan perkara ini yaitu: Vidi Gunawan (adik Andi Agustinus alias Andi Narogong), Dedi Priyono (kakak Andi Narogong), Made Oka Masagung, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Esther Riawaty Hari, Inayah, Raden Gede, Anang Sugiana Sudihardjo, serta Setya Novanto," ucap Febri kepada wartawan, Kamis (9/11/2017).

Berikut aturan yang menjadi landasan KPK meminta pencegahan tersebut:

1. UU KPK nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, Pasal 12 ayat 1 huruf b, yang berisi:

Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri

2. UU Imigrasi nomor 6 tahun 2011 diatur dalam BAB IX Pencegahan dan Penangkalan Pasal 91 sampai dengan Pasal 103. Dalam Pasal 91 ayat (2) isinya:

Menteri melaksanakan pencegahan berdasarkan:
d. perintah Ketua KPK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

Pelaksanaan Pencegahan dan Penangkalan dalam UU Imigrasi itu kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah nomor 31 tahun 2013, Pasal 226 ayat (2). Isinya:

Menteri melaksanakan pencegahan berdasarkan:
d. perintah Ketua KPK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

3. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK): PUT nomor 64/PUU-IX/2011 – Perkara Pengujian UU nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian terhadap UUD Negara RI.

Putusan MK itu dikatakan Febri tidak mengurangi kewenangan KPK yang diatur di Pasal 12 ayat (1) huruf b UU KPK untuk memerintahkan instansi yang berwenang melakukan pelarangan seseorang bepergian ke luar negeri dalam tingkat penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Kemudian dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b juga tidak mengatur apakah seseorang itu harus tersangka, terdakwa, atau tidak. Ini disebut Febri merupakan ketentuan yang bersifat khusus.

Sementara itu inti dari putusan tentang jangka waktu pencegahan tercantum di Pasal 97.

"Yakni pencekalan lebih dari setahun batal demi hukum. MK membatalkan ketentuan boleh memperpanjang cekal tanpa batas. Dan MK putuskan bahwa cekal hanya 6 bulan dan hanya boleh diperpanjang sekali lagi maksimal 6 bulan. Dengan demikian cekal hanya maksimum 12 bulan saja. Lebih dari 12 bulan dinyatakan MK bertentangan dengan UUD '45," terang Febri.

Landasan hukum KPK mencegah Setya Novanto bepergian ke luar negeri juga dikuatkan oleh putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Walau hakim tunggal Cepi Iskandar membebaskan Novanto dari status tersangka e-KTP, permintaan cegah tetap berlaku.

Sebab, menurut Febri, hakim tidak mengabulkan petitum ke-4 yaitu permintaan pemohon untuk mencabut penetapan pencegahan terhadap Novanto yang dilakukan KPK. Sebab hakim berpendapat penetapan tersebut merupakan kewenangan administrasi dari pejabat administrasi yang mengeluarkan penetapan.

"Sehingga dapat disimpulkan pelaksanaan pencegahan seseorang ke luar negeri adalah tindakan yang sah secara hukum, bukan penyalahgunaan wewenang apalagi pemalsuan surat," tutur Febri.

Oleh sebab itu, lanjut Febri, KPK mengingatkan agar para saksi dan tersangka yang dipanggil mematuhi aturan hukum yang berlaku. Utamanya untuk datang memenuhi kewajiban hukum saat keterangannya dibutuhkan untuk penanganan kasus korupsi.

Diketahui, Bareskrim Polri menyidik kasus dugaan penyalahgunaan kekuasaan terkait penerbitan surat cegah ke luar negeri untuk Setya Novanto. Surat cegah ini terbit setelah Novanto memenangi praperadilan di PN Jaksel.

"Saut Situmorang selaku pimpinan KPK telah menerbitkan surat larangan bepergian ke luar negeri terhadap Setya Novanto tanggal 2 Oktober 2017 setelah adanya putusan praperadilan nomor 97/pid/prap/2017 PN Jaksel tanggal 29 September 2017, yang dimenangi oleh Setya Novanto," kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto kepada wartawan di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (8/11).

Laporan dari Sandy Kurniawan, yang diketahui juga sebagai anggota tim pengacara Novanto, naik ke tingkat penyidikan setelah Bareskrim memeriksa enam orang, yakni 1 saksi pelapor, ahli bahasa, ahli pidana, dan ahli hukum tata negara.

Setelah pemeriksaan itu, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim melakukan gelar perkara dan memutuskan menaikkan status laporan ke tahap penyidikan pada Selasa, 7 November. (nif/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads