Kasus yang menimpa ketiga petani ini sudah berlarut sejak beberapa tahun lalu. Nur Azis adalah Ketua Syuriah MWC NU Pageruyun.
Berikut ini hasil rangkuman detikcom, Senin (6/11/2017):
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nur Aziz dkk menggalang petani menolak tukar guling lahan terkait pabrik semen di Rembang. Penolakan itu berbuntut panjang. Pihak yang tidak terima melaporkan Nur Aziz dkk ke polisi. Sejurus kemudian, Polres Kendal memproses kasus itu dan Nur Aziz dkk dibawa ke pengadilan.
Maret 2016
Polisi menetapkan tersangka kepada Nur Aziz, Sutrisno, dan Mujiono dalam perkara dugaan tindak pidana orang perseorangan yang dengan sengaja menyuruh, mengorganisasi, atau menggerakkan pembalakan liar dan atau menggunakan kawasan hutan secara tidak sah dan melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan pembalakan liar dan atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.
Mereka dijadikan tersangka lantaran melakukan aktivitas di lahan milik sebuah BUMN. Padahal pembelaan mereka, para warga sudah puluhan tahun menggarap di lahan tersebut.
Agustus 2016
Nur Aziz, Sutrisno, dan Mujiono dijadikan terdakwa dan menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Kendal. Mereka dijerat Pasal 94 ayat 1 UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H).
13 Desember 2016
Nur Aziz, Sutrisno, dan Mujiono dituntut jaksa dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.
18 Januari 2017
Ketua majelis hakim Jeni Nugraha sepakat dengan jaksa soal lamanya hukuman dan denda. Nur Aziz, Sutrisno, dan Mujiono divonis 8 tahun dan denda Rp 10 miliar.
Agustus 2017
Jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA)
4 Oktober 2017
Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh jaksa kepada para petani Kendal yang salah satunya tokoh NU setempat. Hasil vonis kasasi tersebut membuat para petani Kendal, Nur Aziz, Sutrisno, dan Mujiono, divonis 8 tahun.
Sidang kasasi itu dipimpin hakim agung Artidjo Alkostar dibantu hakim agung Andi Samsan Nganro dan hakim agung Suhadi sebagai anggota majelis. (rvk/asp)











































