Tanggapi Eksepsi Auditor BPK, Jaksa KPK Jelaskan soal TPPU

Tanggapi Eksepsi Auditor BPK, Jaksa KPK Jelaskan soal TPPU

Aditya Mardiastuti - detikNews
Rabu, 01 Nov 2017 13:42 WIB
Rochmadi Saptogiri (Foto: Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta - Jaksa KPK menegaskan proses penyidikan kasus yang menjerat auditor BPK Rochmadi Saptogiri sah secara hukum. Menurut jaksa, nota keberatan atau eksepsi yang disampaikan Rochmadi seharusnya tidak diterima hakim.

"Kami penuntut umum memohon majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutuskan menolak keberatan atau eksepsi yang diajukan oleh tim penasihat hukum terdakwa," kata jaksa Ali Fikri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2017).

"Apabila dicermati isi alasan keberatan sebagaimana yang dikemukakan, sesungguhnya materi tersebut bukanlah merupakan materi keberatan atau eksepsi sebagaimana dimaksud pasal 156 ayat (1) KUHAP," imbuh Ali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, Rochmadi juga keberatan tentang pasal tambahan tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Menurut jaksa, hal itu dibuktikan saat penemuan bukti gratifikasi pada saat Rochmadi tertangkap tangan KPK.

"Terhadap BAP nomor BP/63/23/09/2017 tersebut telah mencantumkan pasal 12 B UU no 31 tahun 1999 jo UU no 20 tahun 2001 yang mana sesuai dengan kronologi penanganan perkara pada tahap penyidikan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh penyidik dalam resume berkas perkara, ketika melakukan penyidikan tindak pidana korupsi berdasarkan perbuatan yang tertangkap tangan, ternyata ditemukan pula fakta berdasarkan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi yang lain yakni menerima gratifikasi beserta tindak pidana pencucian uang (TPPU)," urai Ali.

Jaksa KPK: Follow the Money akan Buktikan TPPU Eks Auditor BPK

Jaksa menegaskan penerapan pasal TPPU untuk Rochmadi sudah tepat. Pasalnya dalam menyusun dakwaan jaksa mengikuti prinsip 'follow the money' (mengikuti aliran uang) dan bukan 'follow the suspect' (mengikuti tersangka).

"Bahwa dikarenakan rezim follow the money orientasinya lebih kepada aset, maka dalam mengungkap tindak pidana tidak harus dimulai dari peristiwa pidana apa yang baru terjadi baru kemudian menelusuri aset yang dihasilkan dari tindak pidana itu," kata jaksa Zainal Abidin.

"Tetapi dapat dimulai dari aset yang ditemukan untuk kemudian dicari ke belakang apakah aset tersebut diperoleh secara sah atau tidak, menjadi beban pembuktian dari terdakwa. Inilah yang kemudian dikenal dengan pembalikan beban pembuktian," sambung Zainal.

Jaksa menegaskan dakwaan terkait gratifikasi menjadi kewajiban untuk dibuktikan di persidangan. Jaksa juga menampik eksepsi penasihat hukum terkait penyitaan uang senilai Rp 1.154.543.500 milik terdakwa. Jaksa menegaskan jika poin keberatan itu sudah masuk ke pokok perkara.

"Alasan materi keberatan di atas sangat jelas bukan merupakan materi keberatan atau eksepsi sebagaimana dimaksud pasal 156 (1) KUHAP sehingga tidak pada tempatnya untuk dijadikan dasar pengajuan keberatan karena menyentuh pada materi pokok perkara yang akan dibuktikan di persidangan," kata Muhammad Asri Anas.
Usai mendengarkan tanggapan JPU, Ketua majelis hakim Ibnu Basuki Widodo kemudian menjadwalkan sidang pada pekan depan. Hakim Ibnu mengatakan sidang dilanjutkan pada Kamis, 9 November 2017.

"Rabu saya tidak ada di tempat, saya geser hari Kamis seharusnya tanggal 8 (November) menjadi 9 (November) siang. Karena saya pagi dari PPATK," kata Ibnu.

Rochmadi didakwa melanggar Pasal 12 ayat 1 huruf a dan huruf b UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.


(ams/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads