Semakin menurunnya penjualan bata merah disebabkan konsumen mulai beralih ke bata ringan yang diproduksi di pabrik menggunakan alat modern. Sedangkan proses pembutan bata merah tak perlu keahlian khusus, hanya dibutuhkan bahan baku berupa tanah liat (lempung), alat pencetak bata, dan pasir silika.
Kini harga jual bata merah berada di kisaran Rp 230-240 ribu per seribu bata. Dulu penjualanya mencapai Rp 400 ribu lebih. Padahal bata ringan harganya mencapai Rp 650 - 750 ribu per 1 meter kubik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jumadi mengatakan, belakangan ini barang jualannya sepi pembeli. Bahkan pernah suatu kali batanya mengendap di lokasi pembuatan bata merah atau Lio selama sebulan karena tak ada yang beli. Biasanya, kata dia, konsumennya adalah orang yang punya toko bangunan atau pun perseorangan.
"Kalau lagi sepi orderan sampai sebulan nggak habis. Kalau matrial (toko bangunan) kan kadang 20 ribu sekali beli," ucapnya.
![]() |
Selain persaingan industri yang semakin ketat, bata merah kalah saing dengan bata ringan lantaran ketergantungannya pada cuaca. Jika musim panas, produksi bata merah melimpah meski harga jualnya murah. Namun, saat musim penghujan tiba harganya melambung meski jumlah produksinya terbatas.
Dalam proses pembuatannya, selama 3 hari Jumadi mampu memproduksi sebanyak 1.000-1.500 bata. Namun, hingga menjadi bata yang siap jual dirinya harus menunggu selama 1 minggu setelah melalui proses pembakaran.
"Kalau bata gini ya (kendalanya) cuaca gitu, kalau panas kan cepet, kalau musim hujan bata agak mahal soalnya prosesnya lama," kata dia.
Dengan maraknya pembangunan perumahan subsidi, kata Jumadi, para pengembang lebih memilih menggunakan bata ringan yang disebut lebih tahan gempa dan api dibanding bata merah.
Paling-paling, kata dia, konsumennya saat ini hanya dari orang-orang yang hendak membangun pagar rumah atau sekadar mendirikan bangun tambahan di halaman rumahnya. (asp/asp)












































