"Tapi takdirnya beda kejadiannya seperti itu ya mau dibilang apa lagi. Kan gitu ya. Terkatung-katung sampai sekarang kan jadinya," kata Saefullah seusai upacara Hari Sumpah Pemuda ke-89 di IRTI Monas, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2017).
Saefullah mengatakan, terkait persoalan reklamasi, Pemprov DKI hanya terfokus pada pembahasan raperdanya, yaitu bagaimana raperda terkait reklamasi dapat selesai tepat waktu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saefullah juga menjelaskan perihal kontribusi 15 persen yang hingga kini masih deadlock, yang dikonfirmasi ulang oleh KPK saat pemeriksaan. Menurutnya, ketidaksepakatan merupakan konsekuensi dari sebuah pembahasan.
"Kontribusi 15 persen itu kan ide. Idenya Pak Gubernur. Jadi kan di dalam salah satu pasalnya itu, pertama, mengatur tentang kewajiban. Nah itu sudah clear 5 persen. Terus kontribusi 5 persen. Nah ini yang menjadi perdebatan luar biasa itu kan soal tambahan kontribusi yang tidak pernah kunjung sepakat. Kalau tidak sepakat ya konsekuensi dari pembahasan ya seperti itu. Ada sepakat tidak sepakat. Kebetulan dalam konteks ini, yang kita dapatkan adalah ketidaksepakatan. Memang nggak pernah sepakat. Bagaimana mau paripurna?" jelas Saefullah.
Saat ditanya apakah kontribusi tambahan tersebut akan dihilangkan, Saefullah mengatakan hal itu harus menunggu dibahasnya raperda terkait reklamasi terlebih dahulu.
"Lha dibahas aja kita belum, bagaimana mau menghilangkan atau menimbulkan?" katanya.
Terkait surat permohonan pembahasan raperda yang dikembalikan oleh DPRD, Saefullah menuturkan Pemprov DKI belum mengirim kembali surat permohonan yang baru.
"Dari zaman Pak Djarot udah. Gubernur baru (Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan) ini belum," ucap Saefullah.
Untuk diketahui, Saefullah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus reklamasi Pulau G pada Jumat (27/10). Saefullah diperiksa karena ada dugaan keterlibatan korporasi dalam pembahasan raperda reklamasi.
Saefullah diperiksa KPK berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor Sprin Lidik-75/01/07/2017 tertanggal 25 Juli 2017. Namun di surat itu tidak tercantum nama korporasi yang tengah didalami keterlibatannya. (idh/idh)